Friday, November 13, 2015

Tentang Cinta, Absurditas dan Kefanaan

Cinta

Apa itu cinta? Salah satu pertanyaan yang mungkin dipertanyakan seluruh manusia di muka bumi hingga dijadikan sebuah film yang bahkan lazimnya merupakan judul yang berupa kata/statement digagas menjadi sebuah tanda tanya, ada apa dengan cinta (?).

Sebuah/seseorang/sesuatu hal yang dicari-cari, diinginkan, didambakan, atau bahkan direalisasikan sebanyak-banyaknya dalam bentuk film, novel, ftv, sinetron hingga musik.  Hal yang menjadi perkara yang remeh temeh, sekaligus sangat penting hingga tanpanya, barang kali dunia ini hanya tempat singgah yang fana dan kering kerontang.

Sesuatu yang diharapkan itu terkadang kemudian, dengan beberapa keajaiban dapat kita rasakan.  Kemudian kita menjadi begitu terpukau sehingga begitu berkeinginan untuk segera menangkapnya, mengurungnya dan memilikinya.  Kita menjadi merasa begitu terburu buru seperti tidak cukup waktu.  Merasa akan kehilangan kesempatan.  Karena perasaan yang dirasakan adalah sesuatu yang baru, tidak biasa, aneh dan menimbulkan perbedaan yang begitu signifikannya dalam kehidupan kita yang dulunya (mungkin) begitu membosankan dan menyedihkan.  Kemudian tiba-tiba cinta dianggap menjadi jalan keluar, jawaban akan sepi nya hari-hari monoton yang dilalui.  Tapi, seperti itukah maknanya? Itukah tujuannya cinta datang dan mengobrak-abrik hati dan rasa hingga menimbulkan pengalaman menikmati hidup yang jauh berbeda dari sebelumnya?

Cinta itu jika ditilik lagi, hanyalah sesuatu yang tampaknya remeh temeh, dangkal, coba saja anda bayangkan menonton film yang berbicara tentang cinta, sejauh apakah hal yang bisa digali dari cinta? jangan-jangan hanya kekosongan dengan inti yang tidak ada.  Karena ranah-nya begitu personal maka masing-masing orang memiliki pengalaman-pengalaman yang bisa sangat berbeda.  Cara pemahaman seseorang mengenainya pun, terbentuk dengan tidak sengaja dari lingkungan tempat ia dibesarkan, orang-orang yang pernah ditemuinya, dan pengalaman seumur hidup. Kadang yang membuatnya indah adalah aksesori, hal hal kecil dalam kehidupan sehari-hari, hingga pada akhirnya, kenyamanan dan kegembiraan dalam hal-hal kecil itulah yang membuat kita menjadi melupakan beberapa hal.  Membuat manusia menjadi nyaman, merubah manusia yang tadinya hanya berorientasi kepada dirinya sendiri mulai mengakui bahwa ada hal hal di luar dirinya yang mampu ia cintai melebihi dirinya sendiri, membukakan mata manusia bahwa rupanya ada kebahagiaan dalam koneksi-nya mencapai manusia-manusia lain.

Absurditas.

Menurut Paul Jean Sartre, absurditas adalah ketiadaan tujuan, yang hanya sekedar ada.  Sehingga manusia sejati adalah mereka yang dapat menentukan diri, memilih moralitas, membentuk dirinya sendiri, atau dengan kata lain menciptakan dirinya sendiri.  Lain dikata Albert Camus, yang menganggap absurditas kehidupan hadir karena rutinitas yang dilakoni manusia, yang awalnya dianggap manusia melakukan sesuatu yang penting dan berharga, namun ketika dilakukan secara terus menerus akan menimbulkan titik jenuh yang akhirnya akan menimbulkan absurditas.  Dimana setiap fase dalam hidup manusia akan selalu terbentur dengan dinding-dinding absurditas, yaitu kematian manusia itu sendiri.  Sehingga satu-satunya cara untuk mengatasi kematian itu sendiri adalah melakukan penciptaan secara terus-menerus, penciptaan kembali.  Ataupun secara praktis, dapat dikatakan melakukan pemaknaan dari setiap situasi dan kondisi yang muncul dengan berbagai macam persepsi dalam jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang timbul.

Kefanaan.

Adapun fana, menurut KBBI adalah dapat rusak (hilang, mati); tidak kekal: segala yang ada di dunia -- belaka; sedangkan kefanaan/ke·fa·na·an/ n perihal fana; ketidakkekalan.  Merangkum seluruh hal di dunia ini yang bisa mati, lenyap, hilang atau apapun itu.  Maka sangat rentan lah akhirnya jika kita menggantungkan kehidupan (yang tadinya setengah mati diperjuangkan agar tidak mengalami absurditas itu) kepada dunia karena sifatnya yang fana.  Namun karena term ini juga lah kita tidak dapat dengan begitu saja menganggap semuanya begitu cepat hilang, ada hal-hal yang akan bersama dengan kita dengan waktu yang cukup lama, contohnya adalah diri kita sendiri.  Kita akan bersamanya sehingga dianggap diperlukan juga lah rencana-rencana masa depan selain aktivitas tidak menggantungkan diri kepada kefanaan dan menggantungkannya kepada kepercayaan/agama/maupun bentuk spiritual lainnya yang dianggap abadi dan tidak akan goyah hanya karena hal-hal remeh temeh sehari-hari. 

Tiga hal ini memilik benang merah, yaitu kita bebas menentukan darimana kita hendak melihat, kacamata persepsi mana yang akan kita gunakan.  Melihat cinta, absurditas dan kefanaan, yaitu dengan menjalaninya satu per-satu, hari demi hari-nya meskipun kadang kita ketinggalan jejak dan mulai mempertanyakan diri sendiri dengan jawaban yang dapat dikatakan tidak dapat selalu ditemukan dalam bentuk yang sama.  Maka, jalanilah satu per satu, dengan sabar, dengan tanda tanya, dengan bahagia, kesedihan, amarah hingga pada akhirnya ditemukan jawaban yang akan berujung pada sebuah pertanyaan yang tidak akan ada akhirnya.  

Karena itulah tandanya kita belum mati, kita akan terus menerus diciptakan kembali...



The Sigit - Nowhere End

hope we could be all right again

Smoke and laugh at my cigarette brand
I hope we could drive nowhere end
Listen to yours and my favorite band

I don't have to tell you what I'm feeling
Don't need to know
For whom your feeling is
I just really want to see your face again 
And those smile
I've seen when your crying

And when we drink together
I will hold my thirst
I will hold my last to get higher
And when we drink together
We will hold my lust
So I could drive you to home first


Monday, November 9, 2015

Time Capsule #2

Diara


Kenangan yang paling aku sukai saat bersamanya adalah kenangan-kenangan yang terjadi hampir setiap hari.  Keberadaannya dalam hari-hari yang biasa dan membosankan adalah sesuatu yang kala itu bukanlah tampak sebagai sesuatu yang hebat, hanya sesuatu yang tampak berjalan sebagaimana mestinya.


Sesuatu yang tiba-tiba menjadi hal yang sangat berharga ketika ia sudah tidak ada lagi.  Bangku yang kosong, tawa yang lenyap, perbincangan-perbincangan yang sudah mati rasa.

Kadang saat aku bersamanya, aku merasa ngeri.  Tentang bagaimana aku larut dan terlalu berbahagia bersamanya.  Suatu tanda bahwa tidak ada bahagia yang selalu bertahan lama.  

Makan malam kali ini adalah di restoran favoritnya, aku senang menuruti keinginannya tentang hal-hal remeh, memilih tempat makan, misalnya.  Ia selalu berbahagia pada hal-hal kecil, hal-hal yang kadang aku lupa.  Ia gampang untuk dibuat bahagia, pada hal-hal yang kadang aku tidak perduli. Simpulnya sederhana, jika ia bahagia, aku akan lebih berbahagia.

Pernahkah kau mendengar, bahwa kenangan yang paling buruk adalah kenangan yang paling bahagia.  The best memory is the worst memory.  Karena, apalagi yang kita punya tentang seseorang selain kenangannya? apalagi yang tertinggal selain ingatan tentang harum dan keberadaannya

...


Makan malam hari ini, aku bersama orang lain, Satria.  Di tempat favoritmu.  Mungkin kau sudah lupa bahwa ini adalah tempat favoritku untuk melihatmu makan yang lahap dengan komentarmu pada setiap wanita yang melewati meja makan kita.  Aku masih melihatmu di bangku itu, aku ingat kaos yang kau kenakan, aku ingat extra cheese dan mocha float kesukaanmu, aku ingat percakapan percakapan yang tidak sabar saat kau menunggu pesanan kita yang lama datang.  Masihkah kau ingat padaku, tentang masa-masa itu, Satria?

Aku lelah berlari, tidak kukira suatu saat aku akan berhenti melawan ingatan-ingatan itu dan membiarkannya.  Ya, kini aku hanya membiarkannya hidup, pada tempat-tempat yang pernah kita singgahi, pada lagu-lagu yang pernah kita dengarkan, pada cerita masa depan yang pernah kita perdebatkan.  

Aku biarkan ia hidup, 
karena untuk membunuhnya, 
aku tidak pernah punya cukup kerelaan dan ketegaan.  

Maka, ijinkan aku mencintaimu dengan ingatan-ingatan, 

tentang duduk berbincang dan makan bersama, misalnya. 

karena nanti, akan kutanggung sampai aku lupa. 


Bisa saja sampai esok lusa, bisa saja selamanya.


.
.
.

TIMECAPSULE.02.xtml
name:diara
time travel; Unknown Future, November 2015

Friday, November 6, 2015

Dua Orang Asing

Dua orang asing,
tak sengaja dalam temu

diam dalam tatap
berbisik lambat lambat

katakan dalam hatimu,
sudah berapa lama kau tunggu sendiri dan sepi
hingga menemui aku

dua orang asing
berjarak namun merasa dekat
seperti genggaman yang sudah lama lekat

seperti pernah pergi
kemudian bertemu sekali lagi

seperti menunggu
namun kesempatan tidak beranjak sekali lagi

dua orang asing
saling mengenali
telah lama mengetahui

cinta lama mereka
yang telah lama mati
tidak bisa hidup kembali...

dua orang asing
tercekat dalam jantung yang berhenti berdetak

harum yang kukenal benar wanginya
wajah yang kuingat benar lekuknya
pelukan yang kutahu benar hangatnya
suara yang dulu benar menenangkan gulana

ia menatapku, kemudian tersenyum pahit.

ia masih sama, seperti dahulu
seperti tahun tahun lalu.

hanya saja,
kini kami hanyalah dua orang asing.

6-11

Monday, November 2, 2015

Time Capsule

Diara.

Sebuah pesan singkat masuk.
Dia mengatakan untuk menemuinya, menikmati senja.
"Senja itu indah", katanya suatu waktu.  "Saat yang tepat, untuk menikmati perginya matahari, dan menyambut datangnya malam" sambil bersandar di pundakku.  Memejamkan mata.

Tapi ia tidak pernah tahu.

Aku benci senja.  Ia tidak pernah bertahan lama, Satria.

Satria

Entah rasa kehilangan, atau sebuah kesempatan kedua yang aku butuhkan.
Aku juga tidak tahu.
Yang jelas, aku hanya senang.  Menghabiskan waktu bersamanya.  Sebuah jalan keluar dari kehidupan yang belum kutemukan ujung simpulnya.  Mungkin, hidup hanyalah teka-teki yang belum mampu kupecahkan.  Bersama Diara, kukira semuanya akan baik-baik saja.  Aku menyayanginya, dan dia menyayangiku.  Kami menikmati waktu bersama.  Aku tidak pernah meminta lebih, dan aku merasa lebih dari cukup.

Diara

Satria tidak pernah mengerti, bagiku senja tidak pernah cukup.  Bagiku senja terlalu singkat, sedangkan aku.

Aku adalah matahari.
Dan matahari tidak butuh senja.

Satria

Bagiku, cinta hampir sepenuhnya omong kosong, hanya tanggung jawab.  Aku bisa memecahkan semuanya.  Aku hanya ingin tenang, menikmati senja.  

Diam dan tenggelam.

Hidup bagiku sederhana saja.

Diara

Bagiku, Satria adalah bom waktu.  Berisikan semua hal yang aku butuhkan, berisikan semua hal yang ingin aku hancurkan.  Melengkapi semua hal yang belum pernah aku bayangkan.  Satria adalah sebuah garis penyambung hampa dan kekosongan-kekosongan yang pernah hilang.  Garis petunjuk dari kehilangan-kehilangan.

Tapi aku salah akan satu hal,

Dia bukan garis, dia adalah titik.
Sebuah penentu dimana semua ini akan berakhir.
Tapi dia, dia bahkan tidak mengerti apa-apa.

Satria

Jika ini bukan cinta, jawabku kepada Diara suatu waktu, lantas apa?
Mengapa aku mau menghabiskan sekian waktu, sekian banyak waktu, hanya untuk bersamamu?
Tidakkan waktu yang kuberikan sudah cukup?
Tidakkah bahagia yang aku berikan sudah cukup sebagai jawaban atas segala resahmu.
Kamu tahu aku bukanlah pemimpi.
Aku tidak memimpikan apa-apa Diara, mimpiku sudah mati, meskipun mimpimu belum.
Belum, tapi suatu saat kau akan sadar, Diara.
Mimpi itu akan mati suatu waktu, bergantikan dengan realita.

Bangun, Diara.

Diara

Aku hanya letih, Satria.
Letih bermimpi karena aku adalah orang yang keras kepala dan tidak ingin menyerah.

Dan hanya untuk kau tahu, aku bukan tidak bisa berhenti bermimpi. 
Aku hanya tidak mau.

Satria

Berhenti membaca buku-buku yang berakhir bahagia, Diara.
Hidupku sudah cukup lama untuk memiliki mimpi yang terlalu tinggi.
Mimpi itu akan mati.  Dan akhirnya kau akan mengerti.
Bahwa rasa sakit hanyalah rasa yang paling setia.
Dia tidak akan meninggalkanmu...

...


Waktu adalah roket yang melaju tanpa tahu.  Melesat melewati semua hal yang kita kira bisa menahannya lebih lama.  Tapi tanpa kuasa ia bergerak maju, melesat pergi.  

Dan seiring ia berlalu.  Kau tahu, ia tidak meninggalkan apa-apa untukmu.

Diara

Aku masih pemimpi yang sama, Satria.  
Pemimpi yang berani walau yang diimpikannya telah mati.

Entah aku pantang menyerah atau kehabisan pilihan.

Dan aku masih disini, menunggu setiap senja.  Menantikanmu.  
Walau aku tahu senja itu masih ada, namun tidak ada kau lagi.

Tapi kau tahu Satria, waktu tidak bisa mengalahkan kenangan.

Karena apa yang dimatikan oleh waktu, akan dihidupkan kembali oleh ingatan
Dan ingatan itu abadi.  Tidak akan pernah mati.
Ia tidak akan mengalahkan aku.


TIMECAPSULE.01.xtml
name:diara,satria
time travel; December 2014