Diara.
Kuceritakan padamu, Satria, lelaki pertama yang membuatku jatuh cinta, kemudian patah hati menikah hari ini. Rasanya, segalanya, semuanya. Seperti ingin mengingat-ingat lagi, apa saja yang sudah dilalui bersamanya. Bagaimana rasanya jatuh cinta dan menginginkan seseorang begitu lama, mencintai begitu banyak dan tamak. Rasanya seperti ingin duduk sendirian, menyeruput segelas cokelat hangat pada malam yang turun hujan dan mengenang. Mengenang hal-hal indah yang pernah dilalui bersama.
Seperti membuka sebuah kotak pandora, Satria. Sebuah kotak yang setengah mati sudah kujaga, sebuah kotak yang berharga, namun aku menyerah untuk membukanya pada hari ini.
Sebuah kotak yang membuat hatiku tersenyum mengingatnya, sekaligus ngilu. Tinggal tambahkan sebuah- bagaimana jika, bagaimana jika hubungan itu bertahan sampai sekarang.
Tentu aku yang akan disana, berdiri disana dan mengucapkan ya, aku menerimanya untuk mendampingiku seumur hidupku. Berdiri seharian disana menunggu untuk memilikinya selamanya. Tentu aku akan bahagia, bersama orang yang kucintai. Dan pencarianku pun selesai sudah. Kami akan bahagia selamanya, berjuang bersama dalam kebosanan hidup dan menghabiskan sisa hidup dengan saling mencintai dan memiliki anak-anak kecil yang akan diurus sepanjang hidup kami. Mungkin saja aku akan bahagia bersamanya, mungkin saja bukan, Satria?
Tapi aku malah gagal mempertahankannya, gagal membuatnya tinggal dan sukses membuatnya pergi. Aku malah disini, bersamamu menikmati malam yang tidak kita ketahui akan sampai dan berujung dimana. Menikmati waktu-waktu yang singkat, mencuri dekap-dekap yang hangat dalam malam yang begitu membekukan.
Menyesal? Di dalam imajinasi dimana semua hal berjalan semaunya saja dimana sudah sepatutnya kita menyesali hal-hal yang tidak kita punyai mungkin iya? Tapi jauh di dalam hati, aku tidak pernah menyesal Satria, untuk menemukanmu, untuk mencintaimu, untuk menempuh kesulitan dan memulai semuanya dari awal lagi. Untuk menikmati malam-malam hening dimana cinta pertamaku menikah dan berbahagia dengan kekasih pilihannya. Dia lelaki yang baik dan setia, aku tahu dia akan bahagia dan mampu membahagiakan siapapun yang menjadi wanitanya.
Tapi aku tidak pula menyesal menemukanmu, untuk masih berjalan ketika semua orang tampaknya sudah berlari menghampiri kekasih terakhir mereka, untuk menikah, untuk memulai sebuah kehidupan kecil bersama. Untuk mencinta dan beranak pinak.
Sedangkan aku masih berjalan perlahan, belum menemukan jalan keluar. Tapi bukan berarti jalan mereka lebih baik, jalan ku apalagi. Kita menikmati kehidupan dengan jalan dan cara kita masing-masing. Jalan yang saling bersinggungan, dengan pemandangan yang tidak akan pernah sama.
Jalanku, sedang bergulir maju perlahan, menempuh penemuan-penemuan dan kehilangan-kehilangan.
Jatuh, bangkit dan mencoba sekali lagi. Belum lagi menyerah.
Menemukan bahagia di sela-sela takdir tidak diketahui yang menuntun kemana saja langkah mungkin akan menuju. Mungkin saja berakhir bersamamu, Satria. Mungkin saja tidak.
Satria.
Diara mungkin kehilangan cinta pertamanya, aku merasa sedikit kasihan. Harusnya dia menemukan seseorang yang lebih baik dari aku. Kalau saja dia tahu, aku telah kehilangan cinta pertama, kedua dan ketiga. Mereka telah lama meninggalkanku. Aku datang di hari pernikahan mereka, memberikan selamat. Diara mengomeliku habis-habisan waktu aku menceritakannya dan mengatakan, wajar saja karena aku tidak memang tidak punya perasaan.
Dia tidak tahu, aku selalu memakai topeng terbaikku. Aku adalah lelaki, Diara. Lelaki tidak menikmati sakit hatinya kemudian berkeluh kesah tentang hatinya yang patah. Sebagai lelaki aku hanya bisa diam, menyimpan semuanya pada senyum dan wajahku yang beku. Kemudian menjalani kehidupan dan tanggung jawab seperti biasanya. Hatiku mungkin lemah, Diara. Tapi topengku tidak.
Dan dari sekian banyak hal yang tidak kau tahu, Diara. Semuanya akan kusimpan sendiri. Hidupku mungkin tidak sempurna, tapi bersamamu, malam ini. Aku tahu semuanya akan baik-baik saja. Meskipun aku tidak pernah tahu tentang nanti. Tentang esok yang tidak pernah bisa kujanjikan padamu.
Denting piano kala jemari menari
Nada merambat pelan dikesunyian malam
Saat datang rintik hujan bersama sebuah bayang
Yang pernah terlupakan...
Hati kecil berbisik untuk kembali padanya
Seribu kata menggoda seribu sesal didepan mata
Seperti menjelma waktu aku tertawa
Kala memberimu dosa
Oh maafkanlah
Oh maafkanlah
Rasa sesal didasar hati diam tak mau pergi
Haruskah aku lari dari kenyataan ini
Pernah ku mencoba tuk sembunyi
Namun senyummu tetap mengikuti...
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
time travel: Saturday, 12 December 2015
/enter
--------------------------------------------------------------------------------