Saturday, December 8, 2018

Kompleksitas dan Dilema Kemacetan : Sudah Siapkah Warga Kota Untuk Sistem Parkir Otomatis? #assignments

Mengurai Kompleksitas dan Dilema Kemacetan Melalui Skenario Planning di Kota Bandung: Siapkah Akan Fasilitas Berbasis Teknologi dan Self Service?

Skenario planning, merupakan suatu alat atau cara untuk mempermudah kebijakan dan merencanakan kondisi di masa yang akan datang, alat atau cara ini muncul sebagai respons dari lingkungan yang dinamis dan perubahan yang terjadi di lingkungan organisasi yang harus mampu menyesuaikan peran dari organisasi tersebut akan kebutuhan dan permintaan yang semakin beragam dan berubah seperti yang dikemukakan oleh Abbot, 2005 bahwa pengetahuan pada masa lampau relevan dengan pengetahuan akan masa mendatang karena peristiwa tersebut saling berkaitan dan berhubungan.

Skenario planning juga dilakukan untuk mengarahkan seluruh kegiatan organisasi pada visi, sebagai tindakan operasional yang digunakan untuk membuat skenario planning, serta mengevaluasi kegiatan/kebijakan yang telah dilakukan, yaitu dapat mencoba pilihan-pilihan alternatif yang terbaik dan memungkinkan untuk digunakan. Model juga dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran dari keseluruhan sistem, mengidentifikasi akar masalah, untuk mendapatkan pemahaman mengenai variabel pengungkit serta memahami dampak dari beberapa alternatif solusi.

Apabila suatu organisasi tidak mengenali atau menggunakan skenario planning, maka kemungkinan akan terjadi 8 hal seperti yang diperkirakan oleh Senge, 1990, yaitu :

1. Perbaikan yang gagal, dimana suatu solusi yang diambil secara instan tidak menggunakan skenario planning, kemudian malah menimbulkan konsekuensi yang tidak diharapkan, dan seiring dengan berjalannya waktu malah memperbesar masalah itu sendiri.

2. Pemindahan beban, yaitu suatu masalah yang diselesaikan dengan menggunakan solusi dengan memindahkan masalah tersebut ke bagian lain serta tidak menyelesaikan permasalahan secara fundamental, sehingga menyebabkan masalah tersebut menjadi lebih buruk dan semakin sulit untuk dipecahkan karena efek sampingnya akan menjadi lebih besar.

3. Sasaran yang berubah, yaitu memecahkan masalah dengan sasaran yang berbeda yang malah akan mengganggu sasaran di variabel lain dalam mencapai tujuannya.

4. Persaingan/Eskalasi, yaitu situasi dimana kita merasa sesuatu berjalan dengan baik, melebihi apa yang diinginkan, tapi kita tidak berdaya untuk mengentikannya. Hal ini mempengaruhi hubungan antar variabel tetapi kita tidak mengetahui dan memahami bagaimana cara mengontrol peningkatan tersebut.

5. Pertumbuhan yang terbatas, yaitu usaha yang terus menerus dilakukan biasanya mengarah pada kinerja yang baik namun seiring waktu, karena adanya keterbatasan, sistem memasuki suatu batas yang menyebabkan kinerja melambat atau terus menurun walapun usaha terus dilakukan karena adanya pembatas.

6. Pertumbuhan dengan keterbatasan investasi, yaitu perilaku sistem yang menggambarkan suatu pertumbuhan yang dipacu, namun tidak dapat mengikuti pertumbuhan karena adanya pembatas sumber daya. Untuk membuat model ini, diperlukan data tentang mesin pertumbuhan, faktor-faktor pembatasnya, standar kinerja, investasi yang diinginkan dan kapasitas pembatas.

7. Kesulitan bersama, yaitu tindakan rasional yang dilakukan oleh seseorang untuk meningkatkan kinerja masing-masing bisa menghasilkan kehancuran kinerja sistem secara keselurhan dan juga menghancurkan kemampuan individu-individu tersebut dalam menghasilkan kinerja karena sistem telah rusak.

8. Sukses bagi yang sukses, yaitu perilaku sistem yang menggambarkan dua kelompok atau lebih yang saling memberikan keuntungan atas usaha yang dilakukannya.

Hal di atas adalah beberapa kemungkinan yang akan terjadi, apabila tidak menggunakan skenario planning, karena terbatasnya pemahaman mengenai permasalahan yang ingin dipecahkan, kurang dalam mengidentifikasikan masalah dan melihat keterkaitannya dengan variabel/masalah lain sehingga menyebabkan munculnya permasalahan lain yang akan lebih sulit dipecahkan karena akan menjadi semakin kompleks sebab solusi yang ditawarkan tidak memiliki alternatif-alternatif yang telah diperhitungkan dan pandangan mengenai konsekuensi dari setiap alternatif yang akan dilakukan.

Kebijakan Penderekan Mobil Yang Parkir Di Pinggir Jalan


Dalam memperhitungkan kebijakan ini, dapat dianalis dengan metode Cost Benefit Analysis dimana kebijakan penderekan kendaraan yang parkir di pinggir jalan perlu mempersiapkan mobil derek, tempat penampungan, pengemudi, pengelola, sangsi, ganti rugi, tempat komplain dan penanganannya karena kebijakan tersebut memerlukan investasi pemerintah.

Menentukan manfaat dan biaya suatu kebijakan, dapat pula dilihat pada manfaat dan biaya sosial yang menurut Musgrave & Musgrave, 1989 dapat dikelompokkan dengan beberapa cara yaitu : Manfaat Riil, yaitu manfaat yang timbul bagi seseorang yang tidak diimbangi oleh hilangnya manfaat bagi pihak lain. Dibedakan lagi menjadi langsung/primer dan tidak langsung/sekunder. Dibedakan pula menjadi manfaat yang berwujud (tangible), yaitu ditetapkan bagi yang dapat dinilai di pasar, sedangkan manfaat yang tidak berwujud (intangible), yaitu untuk segala sesuatu yang tidak dapat dipasarkan. Dan manfaat semu, yaitu manfaat yang hanya diterima oleh sekelompok tertentu, tetapi sekelompok lainnya menderita karena proyek tersebut. Sedangkan biaya, adalah segala pengeluaran yang dilakukan untuk pengembangan kebijakan tersebut.

Adapun, dari teori Musgrave dan Musgrave, 1989 di atas, dapat dibuat suatu cost benefit analysis secara sederhana mengenai kebijakan penderekan mobil di Kota Bandung sebagai berikut:



Cost Benefit Analysis Kebijakan Penderekan Kendaraan



Manfaat
Biaya
Riil
Langsung
Berwujud
Memperlancar arus lalu lintas
1.      Pengadaaan Mobil derek
2.      Pengadaan tempat penampungan sementara
3.      Personel yang melakukan patroli/ menggunakan mobil derek
4.      Pembuatan peraturan mengenai sangsi tilang/penderekan
5.      Biaya operasional mobil patroli
6.      Media untuk berkomunikasi kepada masyarakat/ menampung laporan masyarakat
7.      CCTV untuk mengawasi lalu lintas


Tidak Berwujud
Ketertiban lalu lintas
Biaya Operasional dan Biaya Perawatan

Tidak Langsung
Berwujud
Mengurangi kepadatan lalu lintas
1.      Perlengkapan patroli
2.      Pengadaan tempat penampungan sementara
3.      Upah personel
4.      Biaya pembuatan kebijakan
5.      Bahan Bakar mobil derek dan patroli
6.      Biaya operasional media
7.      Pengadaan CCTV/ Biaya pengawasan


Tidak Berwujud
Mengurangi stress pengendara jalan lainnya
Peningkatan kepuasan pengguna jalan
Semu
Langsung

Peningkatan pemasukan daerah melalu tilang
Pengerahan sumber daya dan aparatur

Kebijakan Pembayaran Otomatis Parkir Secara Elektronik, Sudah Siapkah?

Dalam pemberlakuan parkir dengan pembayaran otomatis secara elektronik, terdapat pula keuntungan dan kerugian serta investasi yang harus dilakukan untuk dapat memberlakukan kebijakan tersebut sehingga dapat memberikan keuntungan bagi Pemerintah Kota Bandung, serta tidak mengalami kerugian. Dalam payback period, dimana menurut Cholik, 2004 adalah jangkaun waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan, melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek yang telah direncanakan, sedangkan menurut Riyanto, 2004 adalah suatu periode yang diperlukan untuk dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan proceeds atau aliran kas netto (aliran kas bersih). Adapun untuk mengetahui seberapa lama (periode) investasi yang akan dapat dikembalikan saat terjadinya kondisi break even point dapat mempertimbangkan hal-hal seperti:

1. Berapa lama pemerintah harus membiayai proyek tersebut.
2. Kapan manfaat akan diperoleh.

Sedangkan indikator yang dapat digunakan dalam payback period adalah:

1. Periode pengembalian lebih cepat dati waktu yang ditentukan = Layak/Diterima
2. Periode pengembalian lebih lama atau melebihi waktu yang telah ditentukan =
Tidak Layak/Ditolak

Jika usaha proyek investasi lebih dari satu, maka periode pengembalian yang diambil adalah yang lebih cepat.
Selain itu, rumus untuk menghitung Payback Period adalah :

Payback Period =                  Nilai Investasi
                            Proceed (Penerimaan Investasi)

Adapun, sebagaimana termuat dalam www.ayobandung.com, anggaran yang digunakan untuk pengadaan mesin parkir pada Dinas Perhubungan Kota Bandung Tahun 2016 sebesar Rp. 82 Miliar, yaitu 445 mesin yang disebar di 221 titik Kota Bandung dengan target yang diharapkan oleh Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung sebesar Rp 110 miliar namun hanya mencapai Rp. 5 miliar.

Sedangkan setelah diluncurkan pada Agustus 2017, pendapatan dari retribusi parkir elektronik mencapai 72,7 juta perbulan, pada September 2017 menjadi 227,9 juta, pada November 2017 sebesar Rp 439,9 juta, dimana pendapatan parkir manual sebesar Rp. 326,8 juta. Menurut Kepala DInas Perhubungan pada nusantara.medcom.id pula, break even point investasi ini tidak dapat terjadi dalam waktu setahun karena pihaknya masih harus memperbaiki sistem pengelolaan mesin parkir salah satunya dengan membina para juru parkir dengan jumlah 600 orang, dimana hanya terdapat 24 orang pengawas yang memastikan sistem di lapangan berjalan dengan baik.


Kebijakan
Terminal Parkir Elektronik (TPE)
Keuntungan
Kerugian
1.  Meminimalisir korupsi penerimaan uang/ penataaan sistem perparkiran menjadi lebih terawasi
2.  Mengurangi parkir liar
3.  Meminimalisir adanya preman-preman yang memungut parkir liar
4.  Mengurangi kebocoran pemasukan negara
5.  Penjualan kartu parkir untuk warga maupun wisatawan.
1. Pengadaan Terminal Parkir Elektronik
2. Pembinaan 600 juru parkir
3. Pengawasan terhadap kinerja juru parkir
4. Mengurangi/menghilangkan pendapatan bagi juru parkir manual/yang tidak terdaftar



Adapun dari hasil analisis di atas, dapat dilihat sebenarnya terdapat beberapa keuntungan apabila sistem terminal parkir elektronik berjalan dengan baik, meskipun, terdapat pula beberapa kerugian dalam pengoperasian sistem tersebut. Namun, pada kenyataan di lapangan, (http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2018/05/06/juru-parkir-minta-perlindungan-423900) masih terdapat banyak kesulitan dalam pengoperasian sistem terminal parkir elektronik ini, yaitu warga/pengendara motor yang masih menolak untuk melakukan pembayaran parkir non tunai, masih terdapat preman-preman yang meminta ‘jatah’ dan tidak mengikuti peraturan sehingga masih perlu perhatian khusus mengenai resistensi pengendara untuk mengikuti aturan parkir elektronik, serta peningkatan pengawasan yang harus mencakup keamanan daerah perpakiran untuk mengawasi dan mengendalikan munculnya preman tersebut. 

Sehingga, dapat dilihat bahwa kebijakan yang dilakukan masih belum cocok/ efektif untuk mengatasi masalah perpakiran terkendala budaya masyarakat yang belum sepenuhnya adaptif dengan teknologi yang ingin diterapkan tersebut, juga pengawasan ketertiban yang masih kurang sehingga untuk dapat mensukseskan kebijakan tersebut sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan/menguntungkan, dibutuhkan kucuran dana terlebih dahulu pada sektor pengawasan seperti cctv maupun peningkatan tim patroli untuk penertiban dan pengawasan daerah tersebut.

Causal Map Diagram Dalam Pilihan-Pilihan Kebijakan

Dari hitung-hitungan kedua pemikiran sebagai bahan skenario tersebut di atas, maka skenario yang dapat dianggap menguntungkan adalah kebijakan penderekan kendaraan, yaitu kebijakan yang dapat lebih efisien dan praktis untuk dapat menertibkan pengguna jalan serta pengerahan sumber daya yang dapat lebih optimal. Walaupun, tentu skenario di atas bisa saja berubah, dengan dua faktor penentu, faktor politik, yaitu komitmen politis dari para aktor politik maupun faktor sosial, yaitu kondisi perilaku masyarakat yang bertransformasi tersebut juga berubah.

Selain itu, dapat dibuat pula sebuah story line dan casual map diagram untuk memecahkan permasalahan kemacetan lalu lintas dalam sudut pandang yang lebih luas sebagai berikut:
Kemacetan lalu lintas di Kota Bandung merupakan salah satu permasalahan yang kompleks karena melibatkan beberapa stakeholders, diperlukan pula kebijakan yang komprehensif dan upaya-upaya yang efektif untuk dapat mengurangi tingkat kemacetan di Kota Bandung, terlebih sebagai kota yang termasuk 100 kota termacet di dunia, dimana warga kota bandung rata-rata menghabiskan 46 jam dalam setahun karena kemacetan (Survey Inrix 2017).

Kemacetan ini, bila tidak dikurangi, akan menimbulkan berbagai macam dampak negatif baik bagi pengendara maupun ditinjau dari segi ekonomi dan lingkungan. Bagi pengendara, kemacetan akan menimbulkan ketegangan/stress. Dampak negatif dari segi ekonomi yaitu berupa kehilangan waktu karena perjalanan yang lama serta bertambahnya biaya operasi kendaraan berhento. Sedangkan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu berupa polusi udara dan gangguan suara kendaraan/kebisingan (Munawar, 2004).

Dari analisis masalah, dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang berpengaruh (driving forces) terhadap kemacetan lalu lintas adalah :

1. Kendaraan bermotor, yaitu semakin bertambahnya kendaraan bermotor, terlebih setiap dealer yang mempunyai target menjual 100 unit dalam 1 bulan. Sementara di daerah tersebut terdapat 23 dealer kendaraan bermotor. Adapun, data sementara jumlah kendaraan bermotor sebanyak 698.230 unit kendaraan, ditambah rata-rata pengunjung sebanyak 400.000 unit perhari, sedangkan apabila hari libur bertambah 60% dari jumlah kendaraan yang berkunjung (Tribun Jabar Jumat, 16/2/2018).

2. Kapasitas Jalan, yang hanya bisa menampung kendaraan aktif beroperasi sebanyak 500.000 unit kendaraan.

3. Kebijakan Pemerintah, salah satunya adalah tidak mengharuskan pemilik kendaraan untuk memiliki garasi, sehingga siapapun yang mempunyai kendaraan bebas memarkir kendaraannya. Selain itu kebijakan kota sebagai kota tujuan wisata, kuliner dan fashion, Pembatasan Usia Kendaraan, Plat Nomor Ganjil Genap dan lainnya.

4. Sarana dan Fasilitas Penunjang, yaitu salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas sesuai dengan Keputusan Dirjen Bina Marga NO, 76/KPTS/Db/1999 adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan pembangunan trotoar sehingga dapat mengurangi tingkat kecelakaan antara kendaraan dengan pejalan kaki. Namun hingga kini, trotoar masih banyak yang dimanfaatkan PKL untuk berjualan.

Casual Loop Diagram Kemacetan Lalu Lintas



Dari casual loop diagram di atas, dapat dilihat kemacetan lalu lintas sangat erat kaitannya dengan jumlah kendaraan bermotor, kapasitas jalan dan manajemen sistem perparkiran. Jumlah kendaraan bermotor ini, terkait dengan dealer kendaraan bermotor, salah satunya pembayaran/angsuran cicilan kendaraan yang murah sehingga dapat menarik pembeli, kemudian dengan adanya aturan pajak kendaraan bermotor, dimana kini juga ada kebijakan mengenai pajak progresif, yaitu setiap orang memiliki satu kendaraan, dan apabila memiliki lebih dari satu pajak akan dikenakan semakin mahal. 

Kemudian dari kapasitas jalan, masih memiliki alternatif untuk diperbesar dengan alokasi anggaran untuk pembangunan jalan, seperti jalan toll dan jalan layang. Kebijakan lain juga tentang adanya plat nomor ganjil dan genap yang bisa melintas di ruas jalan tertentu. Terkait kapasitas jalan, harus pula didukung oleh sarana dan fasilitas penunjang, yaitu trotoar untuk pejalan kaki, yang juga kini dimanfaatkan oleh PKL sehingga ruang gerak pejalan kaki semakin terbatas dan menambah kemacetan, fasilitas mesin parkir elektronik, dimana dalam pengaplikasian sistem tersebut juga harus memperhatikan pula mengenai operator, juru parkir, pembinaan juru parkir serta pengawasannya. Selain itu dapat pula menyediakan mobil derek, untuk menanggulangi permasalahan parkir liar, yang dapat pula diawasi dengan patroli lalu lintas maupun pengawasan melalui CCTV.

Selain itu, penting pula bagi Pemerintah Daerah untuk memperhatikan masalah penyediaan transportasi umum, dimana pemerintah harusnya mampu membuat transportasi umum yang nyaman sehingga dapat mengubah budaya masyarakat untuk berjalan-jalan menggunakan transportasi umum tersebut. Selain itu, diperlukan pula mengubah budaya masyarakat serta karakteristik untuk dapat mematuhi aturan lalu lintas, dapat dengan menegakkan sanksi pada ketidakpatuhan maupun menimbulkan kesadaran berlalu lintas di masyarakat. Berbagai hal di atas tentu dapat pula menunjang program kota sebagai kota tujuan wisata, kuliner dan fashion kemudian diharapkan dapat mendukung perekonomian masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kota itu sendiri.

Adapun dari berbagai alternatif di atas, terdapat pula konsekuensi kebijakan yang akan dilakukan, yaitu :



Alternatif Kebijakan
Konsekuensi
1.      Penambahan Kapasitas Jalan
a.       Penambahan Jalan Tol
b.      Penambahan Jalan Layang
Biaya yang besar, proses yang memakan waktu.
2.      Pengembangan Trasportasi Umum
Biaya yang besar, proses yang memakan waktu
3.      Pengendalian Jumlah Kendaraan Bermotor
a. Persyaratan harus memiliki garasi apabila membeli kendaraan
b. Pembatasan Usia Kendaraan
c. Pengenaan pajak progresif
d. Plat Nomor Ganjil Genap untuk ruas jalan tertentu
e. Aturan Mengenai Angsuran/Cicilan
Penurunan/penambahan penjualan kendaraan, resistensi dari pengguna kendaraan, mengalokasikan sumber daya kepada penegakan peraturan dan pengawasan untuk dapat berjalan optimal.

4.      Optimalisasi Sarana dan Fasilitas Penunjang
            a. Garasi pribadi/penyewaan lahan garasi
            b. Trotoar
            c. Penertiban PKL
            d. Mesin Parkir Elektronik
            e. Pembinaan Juru Parkir
            f. Mobil Derek Untuk Parkir Liar
Anggaran pengadaan fasilitas, pengawasan penggunaan fasilitas, peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjaga fasilitas umum.

Sehingga menurut pendapat penulis, dalam jangka pendek, skenario kebijakan yang paling memungkinkan adalah pengoptimalan mobil derek untuk parkir liar, karena dapat cukup efektif dalam memperlancar arus lalu lintas, yang diiringi dengan patroli dalam beberapa jam sekali, sekaligus pengawasan dengan memanfaatkan kamera cctv yang ada di beberapa titik di kota bandung untuk memantau parkir liar, yang diikuti pula dengan sanksi tilang yang diharapkan dapat membuat pengguna jalan menjadi jera. Kemudian untuk jangka panjang, dapat mengembangkan transportasi umum yang diikuti dengan peningkatan kesadaran masyarakat untuk dapat menggunakan transportasi umum yang lebih nyaman sebagai solusi kemacetan, lebih cepat, praktis dan dapat diandalkan. Diiringi pula dengan optimalisasi sarana dan fasilitas penunjang untuk mendukung sistem lalu lintas yang ada sehingga dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien sesuai dengan tujuan awal, yaitu memperlancar lalu lintas, yang berarti pula memperlancar mobilitas dan meningkatkan kenyamanan warga kota untuk menggerakkan perekonomian yang dapat berpengaruh pada kesejahteraan warga kotanya.

Karina Oktriastra
Bandung, Desember 2018

No comments:

Post a Comment