Diara
Kenangan yang paling aku sukai saat bersamanya adalah kenangan-kenangan yang terjadi hampir setiap hari. Keberadaannya dalam hari-hari yang biasa dan membosankan adalah sesuatu yang kala itu bukanlah tampak sebagai sesuatu yang hebat, hanya sesuatu yang tampak berjalan sebagaimana mestinya.
Sesuatu yang tiba-tiba menjadi hal yang sangat berharga ketika ia sudah tidak ada lagi. Bangku yang kosong, tawa yang lenyap, perbincangan-perbincangan yang sudah mati rasa.
Kadang saat aku bersamanya, aku merasa ngeri. Tentang bagaimana aku larut dan terlalu berbahagia bersamanya. Suatu tanda bahwa tidak ada bahagia yang selalu bertahan lama.
Makan malam kali ini adalah di restoran favoritnya, aku senang menuruti keinginannya tentang hal-hal remeh, memilih tempat makan, misalnya. Ia selalu berbahagia pada hal-hal kecil, hal-hal yang kadang aku lupa. Ia gampang untuk dibuat bahagia, pada hal-hal yang kadang aku tidak perduli. Simpulnya sederhana, jika ia bahagia, aku akan lebih berbahagia.
Pernahkah kau mendengar, bahwa kenangan yang paling buruk adalah kenangan yang paling bahagia. The best memory is the worst memory. Karena, apalagi yang kita punya tentang seseorang selain kenangannya? apalagi yang tertinggal selain ingatan tentang harum dan keberadaannya
...
Makan malam hari ini, aku bersama orang lain, Satria. Di tempat favoritmu. Mungkin kau sudah lupa bahwa ini adalah tempat favoritku untuk melihatmu makan yang lahap dengan komentarmu pada setiap wanita yang melewati meja makan kita. Aku masih melihatmu di bangku itu, aku ingat kaos yang kau kenakan, aku ingat extra cheese dan mocha float kesukaanmu, aku ingat percakapan percakapan yang tidak sabar saat kau menunggu pesanan kita yang lama datang. Masihkah kau ingat padaku, tentang masa-masa itu, Satria?
Aku lelah berlari, tidak kukira suatu saat aku akan berhenti melawan ingatan-ingatan itu dan membiarkannya. Ya, kini aku hanya membiarkannya hidup, pada tempat-tempat yang pernah kita singgahi, pada lagu-lagu yang pernah kita dengarkan, pada cerita masa depan yang pernah kita perdebatkan.
Aku biarkan ia hidup,
karena untuk membunuhnya,
aku tidak pernah punya cukup kerelaan dan ketegaan.
Aku lelah berlari, tidak kukira suatu saat aku akan berhenti melawan ingatan-ingatan itu dan membiarkannya. Ya, kini aku hanya membiarkannya hidup, pada tempat-tempat yang pernah kita singgahi, pada lagu-lagu yang pernah kita dengarkan, pada cerita masa depan yang pernah kita perdebatkan.
Aku biarkan ia hidup,
karena untuk membunuhnya,
aku tidak pernah punya cukup kerelaan dan ketegaan.
Maka, ijinkan aku mencintaimu dengan ingatan-ingatan,
tentang duduk berbincang dan makan bersama, misalnya.
karena nanti, akan kutanggung sampai aku lupa.
Bisa saja sampai esok lusa, bisa saja selamanya.
.
.
.
TIMECAPSULE.02.xtml
name:diara
time travel; Unknown Future, November 2015
No comments:
Post a Comment