Pernah nggak sih, kepikiran tentang kata kata orang lain yang ditujukan ke kita sampai akhirnya jadi ngerasa 'dhegg', emosi dan timbul keinginan untuk menyakiti orang yang ngomong, merendahkan atau bahkan ingin 'menyerang' balik dengan kata kata yang kita anggap 'sederajat' untuk melukai.
Ngobrolin ini dengan D,kemudian kita jadi berdiskusi, dia lalu bercerita tentang bulllying dan hubungan toxicnya. Dia bilang kita punya kontrol apakah ngebolehin kata kata orang lain menyakiti hati kita. Karena kadang, dunia tuh simply gak adil aja. Orang lain punya kesempatan besar untuk menyakiti kita, dengan kata kata, dengan perbuatan. Sedangkan gak selamanya kita punya 'power' buat ngelawan balik. Dan 'tenaga' buat melawan habis habisan.
Dia bercerita tentang bullying yang dialami saat masih kecil, gimana dia melalui trauma dan pengalaman yang tidak menyenangkan, hingga kekerasan di sekolah. Aku bertanya padanya bagaimana caranya melalui itu semua, dia menjawab bahwa dengan insting survival aja. Karena either keganggu hingga sampe akhirnya ada yang bunuh diri gara-gara itu, atau bisa keluar ngelewatin itu semua dengan mental yang lebih kuat dan sebuah pelajaran, modal buat hadapi masalah di depan.
Dia kemudian bercerita panjang lebar kalau mostly orang emang ya, kayak itu aja. Gak berubah. Karena kadang orang punya perspektif, cara yang berbeda. Kita punya pilihan untuk tidak menggunakannya dan tidak terpengaruh. Tidak pula membiarkan orang yang menunjukkan 'dominance' dan seperti memiliki 'hak' untuk kita jadi merampas kemerdekaan kita buat berbahagia. Karena tentu kerugian ada di pihak kita jika memikirkan hal itu berlarut larut, mengganggu kenyamanan hidup kita yang, padahal tadinya seneng dan baik baik aja.
Kadang, di masa dewasa hidup sudah berjalan dengan nyaman dan menyenangkan, sudah punya kapasitas buat menyenangkan diri sendiri kemudian terbentur, lupa kalau sebenarnya mental kita sudah digodok dari jauh jauh hari buat sebenernya survive dengan itu. Tapi karna zona nyaman membuat kita tersentak dan lupa buat aware dan memperhatikan mode 'siaga' yang siap dengan apapun hal buruk yang terjadi ke depan. Karena kita cenderung ingin 'nyaman santai damai' sedang untuk terus 'damai' kita bakal diuji terus untuk terasah menemukan damai kita sendiri apapun keadaan yang dihadapkan.
Karena sejatinya hidup pun penuh huru hara di luar diri yang akan datang satu per satu buat 'ngetes' sejauh apa kapasitas dan sebanyak apa pelajaran yang sudah kita ambil dari masalah sebelumnya, sudah lulus dan naik tingkat atau gagal stuck di tempat.
Kadang juga aku berpikir buat jalanin semuanya dengan biasa-biasa saja. Tenang. Tapi kalo kata Tsun Zu, tidak ada ketenangan yang diperoleh dari tidak berperang. We prepare for war to have some peace. Haha. Pada akhirnya, semua itu tidak bisa dielakkan.
Memang, berdialog dengan teman, dengan orang lain itu kadang sungguh mencerahkan, mengasah kemampuan untuk jadi lawan bicara yang siap segala medan memutar otak untuk mendapatkan hal baru atau perspektif yang menarik, yang pada akhirnya, akan menyenangkan jika sebuah pembicaraan dapat membuat kita bersemangat menjalani hari hari setelahnya. Atau jika percakapannya menjadi klise dan menjemukan, jadi sebuah tanda buat kita untuk mengetahui apa apa yang tak kita sukai dan lebih mengejar hal hal yang membuat kita lebih tertarik saja.
Idea, kadang memang hal yang sangat menarik. Bisa membuat kita mengatur perspektif kita dalam memandang suatu hal. Hal yang berbeda, variasi situasi yang memecut kita untuk mengeksplor hal hal baru. Stimulan dan efek kejut, yang membuat kesadaran kita yang tadinya 'tertidur' jadi bangun dan melakukan hal hal dengan 'tujuan' yang dikenali.
Kadang juga mesti pandai pandai menjaga 'mental state' alias kewarasan dengan cara mengambil jarak dengan masalah, tenang dan meminta proses, waktu untuk kembali berpikir rasional, lebih panjang, memikirkan konsekuensi dan skenario yang mungkin saja muncul. Kupikir emosi bisa jadi cepat terpantik karena kita terkejut dan kaget dengan situasi dan hanya butuh waktu beradaptasi.
Sedang, akan muncul penyesalan jika emosi begitu saja terhambur keluar kalau tidak dikontrol, hanya kesenangan dan kepuasan sesaat. Kemudian kadang muncul pula justifikasi, untuk membuat orang lain jera. Tapi terlalu banyak energi yang dibuang dan dihabiskan. Jadi kadang mesti dihitung dan dikira2, sampai batas mana emosi mesti dikeluarkan, bukankah racun dalam tubuh juga mesti dikeluarkan biar tidak terlanjur menyakiti organ organ. Sekali sekali memang harus berak. Jangan tidak tapi juga jangan terlalu sering dengan memperhatikan apa apa saja yang kita telan. Beberapa hal memang tak dapat lagi dielakkan.
No comments:
Post a Comment