Monday, April 7, 2014

Sepucuk Surat Yang Salah Alamat, Tapi Benar Untukmu.

Sepucuk surat yang kutulis itu salah alamat.  Sepucuk surat yang telah tergeletak di depan pintu resahmu itu, berisikan kata kata yang berbisik, merayu.  Aturan mainnya mudah saja, siapa yang lebih dulu buru buru, akan mati terbakar sepi dan cemburu.  Tahukah kau apa yang begitu kita inginkan sesungguhnya adalah hal yang tidak pernah bisa kita miliki? Tiada yang kekal abadi, apalagi sebuah kata dan janji yang terucap sedemikian getirnya dari hati yang telah tersakiti berkali kali.

Sepucuk surat yang kutulis itu salah alamat.  Tapi kemudian kubaca kembali berulang kali, mungkin saja hanya belum menjadi benar.  Tahukah kau apa yang membuat kedamaian dalam bumi berubah menjadi benci? Ketika manusia mulai memaksakan kehendaknya.  Ia kadang lupa, bahwa mungkin saja dirinya keliru meyakini dirinya sendiri.  Ia kadang lupa pula, mungkin orang lain akan jauh lebih salah, tapi ia tidak mungkin jauh lebih benar.

Sepucuk surat yang kutulis itu salah alamat.  Tapi kemudian kau menikmati salahnya, menghayati kekeliruannya.  Mungkin kau hanya mengabaikan kesalahannya, dan membenarkan kekeliruannya.  Mungkin kau menikmati rasanya, mungkin kau menghidupkan bara nya, tapi ragu untuk membakarnya, keingintahuanmu masih menunggu, karena bukan kau yang tersebut tersirat pada kata kata itu.

Sepucuk surat yang kutulis itu salah alamat.  Mungkin akan menjadi benar, tak sampai waktunya.  Karena masa lalu dan masa depan tak pernah menang pada masa ini, yang kau lakukan saat ini, detik ini, momen ini.  Karena mungkin waktu adalah tipuan yang akan membuatmu ragu dengan apa yang kau miliki, dan apa yang tidak akan pernah kau miliki.

Sepucuk surat yang kutulis itu salah alamat.  Namun jikapun aku salah, maka jadikanlah aku pembenaran.  Pembenaranmu untuk bangun dari mimpimu dan mengantarkannya ke alamat yang tepat, yang kutulis di muka depan surat itu. 

Sepucuk surat yang kutulis itu salah alamat.  Mungkin saja sengaja kukirimkan, karena aku belum mau jadi benar.  Karena dalam surat itu, tiada yang salah, tiada pula yang benar.  Hanya ada kata, yang kekal membeku. 

Sepucuk surat yang kutulis itu salah alamat, tapi benar untukmu.  

Karena aku tau surat itu tidak akan pernah bisa kuberikan, sampai kepada pemiliknya.

No comments:

Post a Comment