Diara.
Sebuah pesan singkat masuk.
Dia mengatakan untuk menemuinya, menikmati senja.
"Senja itu indah", katanya suatu waktu. "Saat yang tepat, untuk menikmati perginya matahari, dan menyambut datangnya malam" sambil bersandar di pundakku. Memejamkan mata.
Tapi ia tidak pernah tahu.
Aku benci senja. Ia tidak pernah bertahan lama, Satria.
Satria
Entah rasa kehilangan, atau sebuah kesempatan kedua yang aku butuhkan.
Aku juga tidak tahu.
Yang jelas, aku hanya senang. Menghabiskan waktu bersamanya. Sebuah jalan keluar dari kehidupan yang belum kutemukan ujung simpulnya. Mungkin, hidup hanyalah teka-teki yang belum mampu kupecahkan. Bersama Diara, kukira semuanya akan baik-baik saja. Aku menyayanginya, dan dia menyayangiku. Kami menikmati waktu bersama. Aku tidak pernah meminta lebih, dan aku merasa lebih dari cukup.
Diara
Satria tidak pernah mengerti, bagiku senja tidak pernah cukup. Bagiku senja terlalu singkat, sedangkan aku.
Aku adalah matahari.
Dan matahari tidak butuh senja.
Satria
Bagiku, cinta hampir sepenuhnya omong kosong, hanya tanggung jawab. Aku bisa memecahkan semuanya. Aku hanya ingin tenang, menikmati senja.
Diam dan tenggelam.
Hidup bagiku sederhana saja.
Diara
Bagiku, Satria adalah bom waktu. Berisikan semua hal yang aku butuhkan, berisikan semua hal yang ingin aku hancurkan. Melengkapi semua hal yang belum pernah aku bayangkan. Satria adalah sebuah garis penyambung hampa dan kekosongan-kekosongan yang pernah hilang. Garis petunjuk dari kehilangan-kehilangan.
Tapi aku salah akan satu hal,
Dia bukan garis, dia adalah titik.
Sebuah penentu dimana semua ini akan berakhir.
Tapi dia, dia bahkan tidak mengerti apa-apa.
Satria
Jika ini bukan cinta, jawabku kepada Diara suatu waktu, lantas apa?
Mengapa aku mau menghabiskan sekian waktu, sekian banyak waktu, hanya untuk bersamamu?
Tidakkan waktu yang kuberikan sudah cukup?
Tidakkah bahagia yang aku berikan sudah cukup sebagai jawaban atas segala resahmu.
Kamu tahu aku bukanlah pemimpi.
Aku tidak memimpikan apa-apa Diara, mimpiku sudah mati, meskipun mimpimu belum.
Belum, tapi suatu saat kau akan sadar, Diara.
Mimpi itu akan mati suatu waktu, bergantikan dengan realita.
Bangun, Diara.
Diara
Aku hanya letih, Satria.
Letih bermimpi karena aku adalah orang yang keras kepala dan tidak ingin menyerah.
Dan hanya untuk kau tahu, aku bukan tidak bisa berhenti bermimpi.
Aku hanya tidak mau.
Satria
Berhenti membaca buku-buku yang berakhir bahagia, Diara.
Hidupku sudah cukup lama untuk memiliki mimpi yang terlalu tinggi.
Mimpi itu akan mati. Dan akhirnya kau akan mengerti.
Bahwa rasa sakit hanyalah rasa yang paling setia.
Dia tidak akan meninggalkanmu...
...
Waktu adalah roket yang melaju tanpa tahu. Melesat melewati semua hal yang kita kira bisa menahannya lebih lama. Tapi tanpa kuasa ia bergerak maju, melesat pergi.
Dan seiring ia berlalu. Kau tahu, ia tidak meninggalkan apa-apa untukmu.
Diara
Aku masih pemimpi yang sama, Satria.
Pemimpi yang berani walau yang diimpikannya telah mati.
Entah aku pantang menyerah atau kehabisan pilihan.
Dan aku masih disini, menunggu setiap senja. Menantikanmu.
Walau aku tahu senja itu masih ada, namun tidak ada kau lagi.
Tapi kau tahu Satria, waktu tidak bisa mengalahkan kenangan.
Karena apa yang dimatikan oleh waktu, akan dihidupkan kembali oleh ingatan
Dan ingatan itu abadi. Tidak akan pernah mati.
Ia tidak akan mengalahkan aku.
TIMECAPSULE.01.xtml
name:diara,satria
time travel; December 2014