Di tengah maraknya kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, seperti yang disampaikan oleh Mendagri, Tjahjo dalam acara konferensi pemberantasan korupsi di hotel bidakara, Jakarta, senin (11/12) yang dimuat di jawa pos Senin, 12 Desember 2017. Dalam rentang 2014-2017 sudah terdapat 392 kepala daerah yang tersangkut hukum, dengan kasus korupsi sebesar sebanyak 313 kasus. Dengan sektor rawan korupsi antara lain penyusunan anggaran, pajak dan retribusi daerah, pengadaan barang dan jasa, hibah dan bansos, perjalanan dinas, serta sektor perizinan, dimana dampak dari korupsi tersebut adalah melambatnya pembangunan daerah. Sedangkan sepanjang 2018 ini saja, januari hingga pertengahan februari, menurut Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah (14/2) yang dimuat di koran republika, 14 Februari 2018 sudah ada enam orang kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi. Tercermin dari kasus di atas, tentu kita sebagai warga masyarakat kini menyadari betapa pentingnya hak pilih yang kita miliki dalam menentukan nasib kota ini ke depan, karena sekali salah pilih, konsekuensi yang dirasakan akan berdampak pada berbagai aktivitas ekonomi, sosial, kesejahteraan dan seluruh aspek dimana roda pemerintahan tidak lepas dari kehidupan sehari-hari.
Sebagai masyarakat yang kian kritis seiring dengan akses informasi yang dewasa ini semakin mudah, kita perlu lebih cermat lagi dalam menggunakan hak pilih pada bulan Juli nanti agar tidak terjebak dalam pembangunan yang mandek karena kepala daerah yang kurang kompeten. Rekam jejak dan yang tidak kalah penting, pandangan calon kepala daerah terhadap isu isu tertentu, harus kita cermati sebagai arah dari analisis dan kemampuan memetakan permasalahan dari calon kepala daerah tersebut. Selain mampu memaparkan alternatif solusi yang menunjukkan nilai nilai yang dianut, dan bagaimana calon kepala daerah tersebut harus mampu membuat proyeksi mau dibawa kemana kota ini selama lima tahun ke depan yang tercermin dalam visi dan misi yang diusungnya.
Memilih pemimpin yang tepat, akan mampu membawa kota ini menghasilkan kebijakan publik yang tepat, efektif, juga diharapkan mampu menghadirkan solusi-solusi dari permasalahan sosial yang timbul di masyarakat, bukan malah menimbulkan masalah-masalah baru, mampu merumuskan indikator-indikator yang ingin dicapai, terlebih mampu membangun dukungan dan legitimasi publik yaitu mampu melibatkan berbagai pihak dan mewakili kepentingan dari tiap elemen masyakarat, mampu melakukan lobi, negosiasi, dan koalisi dengan berbagai kelompok-kelompok masyarakat agar tercapai konsensus.
Pada dasarnya, terdapat lima karakter kepemimpinan yang unggul (Riant Nurgoho, 2017: 292,293). Karakter ini dapat kita cermati dari tindak tanduk dan aktivitas yang dilakukan oleh calon kepala daerah selama masa kampanye. Yang pertama adalah karakter, yaitu pemimpin merupakan produk terunggul di lingkungannya, yang menurut Rosabeth Moss-Kanter memiliki Triple C- atau concept, yaitu kemampuan membuat konsep akan masa depan, competence atau kompetensi, dan connectedness, yaitu kekuatan jaringan yang dimiliki. Dimana gagasan ini juga dikemukakan oleh Profesor Gunawan Sumodiningrat (2001) sebagai KKN, atau konsep, kompetensi dan networking, bukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Kedua adalah kredibilitas, dimana Steven M. Bornstein dan Anthony F. Sands (1995) menyebutkan 5 inti Kredibilitas (5C) yaitu conviction, character,courage, composure, competence. Conviction adalah keyakinan dan komitmen. Character adalah integritas, kejujuran, respek, dan kepercayaan yang konsisten. Courage adalah keberanian, kemauan untuk bertanggung jawab atas keyakinannya. Bahkan mengubah diri jika perlu. Composure adalah ketenangan batin, suatu kemampuan untuk memberikan reaksi dan emosi yang tepat dan konsisten, khususnya dalam menghadapi masalah kritis. Competence adalah keahlian, keterampilan, dan profesionalitas. Ketiga, nilai. Tugas kepemimpinannya adalah memberikan nilai bagi organisasi yang dipimpinnya, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Dimana kepala daerah harus mampu memetakan visi nya ke depan, dan menjabarkan misi misi yang mampu dikerjakan secara operasional oleh pemerintah bersama private sector/swasta dan masyarakat, serta tidak bertentangan dengan nilai nilai yang dianut sehingga mampu melibatkan partisipasi seluruh elemen untuk dapat mencapai tujuan demi kepentingan bersama. Keempat, keteladanan. Yaitu seorang pemimpin, seperti ungkapan Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani. Di depan memberi contoh, di tengah memberi inspirasi, dan di belakang mendorong. Dimana muaranya adalah keteladanan, yang merupakan simbol kedewasaan, karena memerlukan toleransi, kerendahan hati dan kesabaran. Kelima, harapan. Pemimpin harus mampu memantik harapan dan semangat masyarakat, untuk menjawab tantangan tantangan berat yang akan dihadapi di depan, sehingga tidak berputus asa, alih alih mampu terus kreatif dan berinovasi untuk mengubah tantangan menjadi kesempatan serta berani menjawab perubahan perubahan yang akan dihadapi di depan.
Karena, sejauh mana suatu kota dapat berkembang, sangatlah tergantung pada kepemimpinan dan kualitas kebijakan publik yang dihasilkannya melalui kerjasama yang baik antara pemimpin, pemerintah, private sector/swasta dan masyarakat. Dan kualitas kepemimpinan dan kebijakan publik yang dihasilkan itu, adalah cerminan dari masyarakat kota itu sendiri. Selamat mengumpulkan informasi, menganalisis, menentukan pilihan dan merayakan demokrasi, warga kota!