mungkin, aku begitu menginginkannya hingga menginginkannya dengan sempurna, tanpa cela dan menggila. mungkin aku begitu menginginkannya sehingga mampu bermimpi dengan mustahil. mungkin aku begitu menginginkannya sehingga harapan harapan itu terlalu klise untuk jadi kenyataan.
mungkin pula aku menginginkannya dengan sederhana, sesederhana pesan pesan manis pembuka pagi dan pengantar tidur. sesederhana pesan yang selalu dikabarkan ketika pikiranku berkelana dan kalut tentang keberadaanmu yang entah dimana. atau videocall panjang menenangkan semua kekhawatiran yang bergejolak di kepala.
mungkin aku menginginkan ia yang akan selalu menanyakanku ketika tak lagi mengunggah instastory, mengkhawatirkanku ketika memasang lagu dengan lirik galau pada foto secangkir kopi, mencari cariku di setiap waktu, tapi juga begitu memahami ketika aku mulai bosan menumpahkan semua cerita.
mungkin aku menginginkan ia yang begitu menginginkanku dengan gila, menjagaku dari semua, menelponku setiap waktu, mengkhawatirkan bajuku yang sedikit terbuka, memarahiku pulang malam dan berteman dengan pria. melarang semua kegemaranku yang menjauhkanku darinya.
mungkin aku menginginkan ia yang begitu kaku, selalu salah tingkah dan tak bisa berkata kata di depanku. memujaku dengan semua kemampuan yang ia punya yang tak pernah membuatku terkesan. tapi ia akan selalu ada di ujung telepon, siap sedia menemani sepi dan bimbangku. bertanya tanya tentang perasaan dan keinginanku. berupaya, membahagiakanku, dengan hal hal kecil yang ia ingat, di setiap percakapan.
mungkin aku menginginkan ia yang mungkin tidak akan pernah ada untukku. takkan terlalu panjang memikirkan perasaanku. takkan mampu berdiskusi dengan panjang. takkan pernah memuaskan dahagaku, sekaligus memunculkan pertanyaan pertanyaan yang tak akan pernah aku dan ia jawab. mungkin ia tidak ada disana.
mungkin aku menginginkan perasaan yang lebih sederhana, diterima, dipahami, diperhatikan, diseriuskan, diperlakukan dengan benar- benar seperti hal hal yang umum dan lazim. mungkin aku menginginkan hal hal yang klise dan membosankan seperti ikatan dan komitmen yang akhirnya membawaku pulang. dan rumah yang akan jadi tempatku pulang.
mungkin aku menginginkan perasaan sayang. sayang untuk akhirnya terlewatkan, sayang untuk disakiti dan ditinggalkan, sayang untuk disia-siakan, sayang untuk diacuhkan, sayang untuk tak diperhatikan.
mungkin aku menginginkan kemungkinan kemungkinan yang harus tetap ada. pilihan pilihan yang semakin membingungkan dan menyesatkan. labirin yang memutarkanku kembali pada pertanyaan pertanyaan dan tak bisa menemukan jawaban. tapi aku telah terlanjur tersesat. dan berharap, kemungkinan-kemungkinan itu, akhirnya akan membawaku pulang.
129/366
No comments:
Post a Comment