Di dalam hidup, tidak semuanya berjalan manis, baik-baik saja, tidak semua hal bisa membuat kita senang atau biasa saja. Beberapa kadang membuat resah, hati jadi tidak enak dan situasi jadi menakutkan, bahkan menjengkelkan. Dalam momen pilkada kali ini, rasanya jengah sekali melihat agama dijadikan komoditas, berbagai isu digoreng melalui broadcast-broadcast di grup whatsapp, yang menjengkelkan saya, kalau pikiran dan konten itu murni dari individu yang mengirimkannya, its okay, ini beberapa konten memang rasanya terlalu berlebihan, terlalu menimbulkan hal hal yang penuh aura negatif, menjelek-jelekkan personal atau keluarga seseorang cuma karena kisruh politik menurut saya sangat meresahkan. Mungkin karena saya juga tidak memiliki kepribadian yang terlalu baik, hingga rasanya jengkel, jadi saya menamakan postingan ini, ujaran kebencian untuk yang melakukan ujaran kebencian. :)
Dalam kasus saya, ada orang yang melakukan ujaran kebencian tersebut, kalau ditemui di dunia nyata, rasanya sopan dan baik baik saja, tetapi begitu di grup, wah, teriakin orang kafi*, makan bab*, haram, dll. Share hal hal berbau kekerasan terus komentarnya, 'rasain, makanya jangan *****'. Seperti komentar seorang teman juga, mendadak jadi pakar ini dan itu, kemudian merasa perlu untuk menyatakan pendapatnya, pilihan politiknya dan cenderung menyampaikannya dengan ngotot serta rasa rasanya memang harus menang banget. Sebagai orang yang sedikit membaca, tahu sedikit tentang hal hal berbau sosial dan psikologi, sebenarnya adalah wajar apabila seseorang melakukan hal tersebut, memiliki banyak motivasi di belakangnya, mungkin beliau juga memiliki sejarah panjang yang menyakitkan tentang permasalahan ini, jadi semuanya mungkin adalah hal yang wajar wajar saja diutarakan, dan grup whatsapp, sebagai salah satu media ekspresi beliau, menjadi wadah dan ajang bagi beliau untuk mengutarakan unek-uneknya, seperti saya di blog ini. Saya juga tidak pernah menggubris grup whatsapp, tapi berada di grup memang perlu karena saya tidak terlalu dekat dengan orang-orang yang saya tahu nanti saya akan membutuhkan bantuan mereka untuk satu dan lain hal.
Mohon maaf pula karena postingan ini, seperti komentar @penyanyitoilet di twitter, sebenarnya mungkin juga adalah bentuk diskriminasi juga, meskipun setelah saya liat-liat katanya ujaran kebencian itu diatur jika seseorang tersebut menyerukan kebencian berdasarkan diskriminasi suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik serta menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah, juga menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat dengan memberikan like, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial. Tetapi saya harus introspeksi juga, seperti kata jokes jokes tentang SJW (Social Justice Warrior) yang mempersalahkan semua hal dan menariknya menjadi isu-isu besar, pick your battles, pilihlah pertempuranmu. Pertempuran saya kali ini, adalah dengan mencoba menyampaikan pendapat tentang orang yang menyampaikan pendapat pula, karena, apalah artinya tesis tanpa atitesis, seperti apalah arti debat apabila tidak ada lawannya. Setidaknya, saya bisa memanfaatkan ini untuk melatih cara saya menulis dan menyampaikan sesuatu, dan bahan untuk jurnal yang saya niatkan untuk konsisten saya tulis ini yang akan memuat kejadian hari hari yang berlangsung di kehidupan saya yang biasa ini.
Terimakasih, semoga kita sibuk berbahagia sampai lupa untuk mengujarkan yang lainnya!
Jumat, 29 Juni 2018