Monday, December 28, 2015

Perjumpaan adalah Perpisahan yang Menghitung Mundur



Sesederhana rembulan yang setiap hari datang, tapi tidak juga berhenti membuatku takjub,Ksatria. Serapuh pertanyaan pertanyaan dan masa depan yang berhenti pada tanya. Bersabarlah untuk ini, kepada nanti yang mungkin tidak akan datang lagi.

Terimakasih untuk ada, karena tanpamu,kutau rasanya tak akan pernah sama. Terimakasih untuk kesalahan, karena aku tak tahu apa lagi rasanya benar jika ini adalah kesalahan.

Terimakasih untuk ada dan mendengar,untuk bercerita dan menjadi manusia yang tidak sempurna. Untuk malam malam panjang, waktu yang rasanya masih terlalu singkat, terlalu cepat saat berdua denganmu.

Terimakasih untuk bahagia dan nyaman yang terlalu, sungguh. Terimakasih untuk kekhawatiran akan berpisah denganmu, karena artinya aku takut untuk berpisah denganmu, yang artinya setiap perjumpaan denganmu adalah hal yang membuatku berbahagia.

Terimakasih untuk kemungkinan yang menunggu, masa depan yang tidak diketahui, dan perjalanan yang menanti, entah bersama atau tiada dirimu.

Perjumpaan adalah perpisahan yang menghitung mundur. Tetapi bersamamu, perpisahan hanyalah perhitungan yang tidak lagi mampu memberi makna.  Karena saat bersama denganmu, aku telah genap untuk hidup.

Diara, Desember 2015.

Monday, December 14, 2015

12 Desember 2015

Diara.

Kuceritakan padamu, Satria, lelaki pertama yang membuatku jatuh cinta, kemudian patah hati menikah hari ini.  Rasanya, segalanya, semuanya.  Seperti ingin mengingat-ingat lagi, apa saja yang sudah dilalui bersamanya.  Bagaimana rasanya jatuh cinta dan menginginkan seseorang begitu lama, mencintai begitu banyak dan tamak.  Rasanya seperti ingin duduk sendirian, menyeruput segelas cokelat hangat pada malam yang turun hujan dan mengenang.  Mengenang hal-hal indah yang pernah dilalui bersama.

Seperti membuka sebuah kotak pandora, Satria.  Sebuah kotak yang setengah mati sudah kujaga, sebuah kotak yang berharga, namun aku menyerah untuk membukanya pada hari ini.

Sebuah kotak yang membuat hatiku tersenyum mengingatnya, sekaligus ngilu.  Tinggal tambahkan sebuah- bagaimana jika, bagaimana jika hubungan itu bertahan sampai sekarang.

Tentu aku yang akan disana, berdiri disana dan mengucapkan ya, aku menerimanya untuk mendampingiku seumur hidupku.  Berdiri seharian disana menunggu untuk memilikinya selamanya.  Tentu aku akan bahagia, bersama orang yang kucintai.  Dan pencarianku pun selesai sudah.  Kami akan bahagia selamanya, berjuang bersama dalam kebosanan hidup dan menghabiskan sisa hidup dengan saling mencintai dan memiliki anak-anak kecil yang akan diurus sepanjang hidup kami.  Mungkin saja aku akan bahagia bersamanya, mungkin saja bukan, Satria?

Tapi aku malah gagal mempertahankannya, gagal membuatnya tinggal dan sukses membuatnya pergi.  Aku malah disini, bersamamu menikmati malam yang tidak kita ketahui akan sampai dan berujung dimana.  Menikmati waktu-waktu yang singkat, mencuri dekap-dekap yang hangat dalam malam yang begitu membekukan.

Menyesal? Di dalam imajinasi dimana semua hal berjalan semaunya saja dimana sudah sepatutnya kita menyesali hal-hal yang tidak kita punyai mungkin iya? Tapi jauh di dalam hati, aku tidak pernah menyesal Satria, untuk menemukanmu, untuk mencintaimu, untuk menempuh kesulitan dan memulai semuanya dari awal lagi.  Untuk menikmati malam-malam hening dimana cinta pertamaku menikah dan berbahagia dengan kekasih pilihannya.  Dia lelaki yang baik dan setia, aku tahu dia akan bahagia dan mampu membahagiakan siapapun yang menjadi wanitanya.

Tapi aku tidak pula menyesal menemukanmu, untuk masih berjalan ketika semua orang tampaknya sudah berlari menghampiri kekasih terakhir mereka, untuk menikah, untuk memulai sebuah kehidupan kecil bersama.  Untuk mencinta dan beranak pinak.

Sedangkan aku masih berjalan perlahan, belum menemukan jalan keluar.  Tapi bukan berarti jalan mereka lebih baik, jalan ku apalagi.  Kita menikmati kehidupan dengan jalan dan cara kita masing-masing.  Jalan yang saling bersinggungan, dengan pemandangan yang tidak akan pernah sama.

Jalanku, sedang bergulir maju perlahan, menempuh penemuan-penemuan dan kehilangan-kehilangan. 

Jatuh, bangkit dan mencoba sekali lagi.  Belum lagi menyerah.

Menemukan bahagia di sela-sela takdir tidak diketahui yang menuntun kemana saja langkah mungkin akan menuju.  Mungkin saja berakhir bersamamu, Satria.  Mungkin saja tidak.

Satria.

Diara mungkin kehilangan cinta pertamanya, aku merasa sedikit kasihan.  Harusnya dia menemukan seseorang yang lebih baik dari aku.  Kalau saja dia tahu, aku telah kehilangan cinta pertama, kedua dan ketiga.  Mereka telah lama meninggalkanku.  Aku datang di hari pernikahan mereka, memberikan selamat.  Diara mengomeliku habis-habisan waktu aku menceritakannya dan mengatakan, wajar saja karena aku tidak memang tidak punya perasaan.

Dia tidak tahu, aku selalu memakai topeng terbaikku.  Aku adalah lelaki, Diara.  Lelaki tidak menikmati sakit hatinya kemudian berkeluh kesah tentang hatinya yang patah.  Sebagai lelaki aku hanya bisa diam, menyimpan semuanya pada senyum dan wajahku yang beku.  Kemudian menjalani kehidupan dan tanggung jawab seperti biasanya.  Hatiku mungkin lemah, Diara.  Tapi topengku tidak.

Dan dari sekian banyak hal yang tidak kau tahu, Diara.  Semuanya akan kusimpan sendiri.  Hidupku mungkin tidak sempurna, tapi bersamamu, malam ini.  Aku tahu semuanya akan baik-baik saja.  Meskipun aku tidak pernah tahu tentang nanti.  Tentang esok yang tidak pernah bisa kujanjikan padamu.



Denting piano kala jemari menari
Nada merambat pelan dikesunyian malam
Saat datang rintik hujan bersama sebuah bayang


Yang pernah terlupakan...

Hati kecil berbisik untuk kembali padanya
Seribu kata menggoda seribu sesal didepan mata


Seperti menjelma waktu aku tertawa
Kala memberimu dosa

Oh maafkanlah
Oh maafkanlah

Rasa sesal didasar hati diam tak mau pergi


Haruskah aku lari dari kenyataan ini
Pernah ku mencoba tuk sembunyi


Namun senyummu tetap mengikuti...

----------------------------------------------------------------------------------------------------------


TIMECAPSULE.04.xtml
name : diara,satria
time travel: Saturday, 12 December 2015

/enter

--------------------------------------------------------------------------------

Saturday, December 5, 2015

Kepada Desember

Pada malam itu pada hujan jatuh rintik-rintik di perjumpaan pertama, pada kemeja kotak kotak mu yang agak gelap karna basah dan kacamata yang sedikit kebesaran pada wajah mungilmu.  Aku sudah duduk di situ, menyeruput gelas coklat dingin dan menerawang melihat kota yang tiba-tiba begitu indah karena hujan kali ini jatuh dengan perlahan. Menyapu segala resah, saat itu, aku baru saja mengalami sebuah kehilangan yang begitu besar.  Patah hati pertamaku.

Kita baru saja mengenal.  Dua orang asing yang patah hati.  Karena apa yang paling diinginkan, tidak pernah tercukupi.  Cinta yang mengecewakan, luka yang tidak kunjung kering.  Waktu yang sudah terlalu lama berlalu tapi pahit itu masih saja terasa.

Tunjukkan arah langkah pada hati yang patah, kuatkan jiwa yang sudah sangat ingin menyerah.

Pertemuan adalah kenangan-kenangan yang manis, peluk yang menenangkan, cinta yang terucap dalam kata yang paling amat rahasia.

Kepada ingatan, yang merekam jelas hal-hal kecil yang membuat pikiran tidak berdaya.  Bahkan ketika waktu sudah berlalu.  Setahun yang lalu, aku masih ingat jelas setahun yang lalu.

Jika desember lalu adalah anak panah yang kita tarik dan melesat.  Maka ijinkanlah aku untuk merenung dan menghitung jarak.  Karena sejak anak panah itu melesat, ia belum juga berhenti, sudah setahun jaraknya.

Sampai kapan? anak panah itu laju melesat, tak menghiraukan turbulensi yang sudah begitu kuatnya, menahan tanpa memahami sekuat apa momentum itu meledak dan menciptakan frekuensi baru, sebuah dunia baru.  Dunia yang hanya ada kita berdua, tiada siapa-siapa.  Kau mengajarkan aku untuk tuli, padahal aku sudah mendengar, untuk buta, padahal aku sudah melihat, untuk tuna merasa, padahal aku sudah hancur dalam rasa.  

Pada sebuah cerita, selalu dibutuhkan sebuah tempat awal, dimana semua cerita bermula.  Dan pada jalan yang berliku panjang dan melelahkan, dibutuhkan tempat untuk menghela nafas sejenak, melihat sudah sejauh mana kita bergerak pada awal tempat kita bermula, untuk mengukur, sejauh mana kita masih mampu bertahan.  Bisa saja kita tahu, tapi tidak perduli, atau malah kita terlalu perduli, untuk acuh pada apa yang kita ketahui. 

Sudah setahun berlalu.  Masih akan adakah aku, hanya di mimpimu?


5/12/2015

Desember

Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi
Dibalik awan hitamSmoga ada yang menerangi sisi gelap ini,Menanti..Seperti pelangi setia menunggu hujan reda

Aku selalu suka sehabis hujan dibulan desember,Di bulan desember

Sampai nanti ketika hujan tak lagiMeneteskan duka meretas lukasampai hujan memulihkan luka
efek rumah kaca 


TIMECAPSULE.03.xtml
name:diara
time travel; December 2014