Tuesday, August 22, 2023

Tantangan Bencana Karhutla di Kota Pontianak


Pagi hari di Kota Pontianak, 22 Agustus 2023, pukul 7.24 pagi. Cuaca cerah tapi sedikit terlihat kabut asap memenuhi kota. Menyesakkan paru paru. Di Kelurahan Kotabaru saja, empat hari terakhir sudah ada tiga laporan kebakaran, di lahan pertanian warga. Pada saat monitoring lapangan Senin, 21 Agustus 2023 kemarin, terlihat masih saja ada warga yang membakar lahan dengan alasan membuka dan membersihkan lahan, dengan alasan pada saat itu sedang dijaga. Namun terlihat pula di lapangan, lahan sekitar masih terlalu luas, parit parit mengering, belum ada tampak tanda tanda hujan akan turun. Lahan gambut di daerah luas yang sangat mudah terbakar dan sulit dipadamkan menjadi resiko dan kerentanan sendiri. Turut menambah tantangan mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan tahun ini di Kota Pontianak.

Padahal, telah ada Peraturan Walikota Pontianak Nomor 55 Tahun 2018 tentang Larangan Membakar Lahan yang telah digagas oleh Walikota terdahulu, Sutarmidji, bertujuan untuk membuatkan aturan yang dapat menjerat para pelaku pembakaran lahan tersebut. Dijelaskan dalam peraturan tersebut bahwa pembakaran lahan adalah tindakan disengaja dimana lahan dibakar api sehingga mengakibatkan kerusakan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis atau nilai lingkungan. Peraturan tersebut juga mengikat pemilik lahan untuk tetap bertanggung jawab dalam pengawasan lahan, dan sanksi pencabutan ijin selama tiga tahun dan penundaan pengeluaran ijin selama lima tahun serta denda apabila telah dikeluarkan berita acara penetapan lahan terbakar.

Kebakaran lahan hampir selalu terjadi di setiap musim panas, dimana cuaca mengalami panas ekstrem karena pengaruh El Nino. Dari sisi geologi, Kota Pontianak memang termasuk ke dalam wilayah peneplant dan sedimen gambut alluvial yang secara fisik merupakan jenis tanah liat. Namun pengelolaan lahan gambut yang belum cukup memadai mengakibatkan tanah gambut ini menjadi kering di musim kemarau dan menimbulkan potensi ancaman kebakaran hutan dan lahan di Kota Pontianak (Apriliani, 2023) . Tanah gambut juga merupakan jenis tanah campuran material yang kekurangan zat-zat organik misalnya akar, ranting pohon dan dedaunan. Selama periode musim kering, tanah gambut mengalami kekeringan dan mudah untuk terbakar dan menyebarkan api. Sehingga rentan terjadi kebakaran di dalam tanah, dapat mengalami kebakaran hingga kedalaman dua meter sehingga sulit untuk dipadamkan, hanya hujan besar.  Tanah gambut yang terbakar juga mengemisikan lebih banyak asap dibandingkan pembakaran bentuk biomassa lainnya (Narayan, 2022) 

Adapun berdasarkan grafik fluktuasi hotspot 2007-2009 (Siregar, 2010), memang terdapat pola bahwa jumlah hotspot selalu meningkat tajam di Kalimantan Barat di Bulan Agustus dan September. Hal ini dikarenakan pada bulan ini para petani maupun perkebunan besar menggunakan cara pembakaran lahan dan musim kemarau merupakan waktu yang tepat untuk melakukan pembakaran karena tanaman akan cepat kering dan terbakar. Perkebunan besar membakar hutan dalam rangka untuk ditanam kembali dengan perkebunan sawit dan karet sedangkan petani kecil menggunakan teknik slash and burn untuk membersihkan lahan agar siap untuk ditanam. Sedangkan para petani beranggapan bahwa membakar hutan merupakan cara termudah dan termurah dalam melakukan pembersihan dan pembukaan lahan.

Kemudian, sebenarnya apa saja solusi efektif yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi hampir setiap tahun tersebut? mungkin dapat menggaris bawahi tiga kunci utama: deteksi dini- yaitu pemetaan di wilayah wilayah rawan kebakaran, alarm peringatan maupun pencegahan kebakaran besar. sumber daya pemadamam- dimana pada kondisi wilayah, terkadang tidak memiliki tempat penampungan air di titik rawan kebakaran sehingga menyebabkan kebakaran cepat menjadi besar serta anggaran yang cukup besar yang dibutuhkan untuk operasional penanggulangan bencana, serta peningkatan kesadaran masyarakat, dimana dapat menggandeng masyarakat, khususnya petani yang memiliki lahan di daerah rawan kebakaran untuk dapat terus menerus diberikan stimulan, solusi alternatif membuka lahan selain dengan cara membakar serta kesadaran dan sosialisasi mengenai bahaya yang dapat ditimbulkan apabila tetap membakar lahan untuk membuka lahan. Mungkin pula dapat ditambah penegakan aturan yang ketat dan tegas bagi pelaku agar dapat menimbulkan efek jera sebagaimana aturan yang telah ditetapkan. 

Sehingga, pada akhirnya upaya penangangan karhutla setiap tahunnya memang harus menjadi kesadaran bersama bahwa masalah tersebut butuh kolaborasi yang efektif dari setiap lini, dimulai dari pencegahan dan deteksi, untuk kemudian dibutuhkan kesiapan dan kesigapan dalam penanggulangan masalah berulang yang muncul ketika kebakaran tersebut terdeteksi; sumber air yang sulit didapatkan di musim kemarau khususnya di bulan agustus-september, biaya operasional pemadaman yang membutuhkan alokasi anggaran yang cukup besar, serta pilihan menggunakan water bomb untuk wilayah kebakaran yang sulit dijangkau oleh petugas. 

Bahwa isu penanggulangan keselamatan lingkungan ini, juga dapat ditarik pada keadilan lingkungan pada bencana ekologi, yaitu gerakan sosial yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidakadilan lingkungan yang terjadi akibat kesenjangan sosial dan perbedaan perlakuan (diskriminasi) yang mengakibatkan kerugian pada kelompok marginal dalam bencana yang diintervensi oleh kontribusi manusia itu sendiri. Sehingga dalam kesadaran keadilan lingkungan ini, dapat mulai disadarkan tentang bagaimana akhirnya cara pandang manusia menempatkan dirinya dan komunitasnya dalam melihat masalah lingkungan. Sehingga akhirnya semua elemen masyarakat, dapat saling bersinergi dalam menambal solusi solusi yang dimulai dari dirinya sendiri serta mendapatkan keuntungan sebagai hubungan timbal balik, dalam pengelolaan lingkungannya sendiri.

Pontianak, 22 Agustus 2023