Tuesday, March 18, 2025

yang paling aku cinta

yang paling aku cinta
bukan sekedar yang memenuhi
semua kriteria

paling rajin mengagumi
paling cepat mengejar
setiap kesempatan
yang menunggu datang 

yang paling aku cinta
bukan sekedar yang paling berusaha
memantaskan diri
sejajar mendekap tanganku

di malam malam sepi 
dan merasa sendiri

yang paling aku cinta
adalah pada tahun demi tahun
yang tak akan pernah sedikitpun gentar
menopang perasaan yang berat
sedang ia selalu ingin melihatku pergi
berdoa tidak akan pernah lagi
melihat wajahku dimana mana

bagaimana aku bisa 
mencintai kepedihan
sedang ia jugalah
yang memelukku paling erat

yang paling aku cinta
adalah yang akan menghabiskan 
setiap kejenuhan dan berani bertaruh
akan semua yang digenggam tangan
pada masa depan
yang tak akan pernah
aku kembalikan.


18/03

Wednesday, March 12, 2025

keduabelas

kadang hidup 
terasa seperti anak panah
yang melesat
begitu jauh
meraba raba apa lagi
yang akan ditemukan

rambu berhenti 
jadi alasan
kapal ingin 
bersandar sejenak
di dermaga

pada kota yang baru
di tepi lautan
sedang semua tak tercatat
dan teori sedang absen

lantas bagaimana kita bisa
berpegang pada hal hal 
yang tak lagi kita percayai

sedang kapal harus berlayar
dan cuaca tak dapat ditebak
sanggupkah mempertaruhkan semua
sedang jika tinggal badai akan datang
bekal dan bahan bakar habis 

apalagi yang bisa kita pertaruhkan
selain mesin yang terlanjur berjalan
alpa yang mengisi kekosongan kekosongan
bagaimana manusia begitu 
tidak mengetahui apa apa

12/03/25

Monday, March 10, 2025

ingatan

kerlipan gambar itu
samar samar diingat
apakah kita benar benar
pernah nyata

tahun tahun tertawa
telah melewati kita

kemudian tiba tiba 
yang kita simpan pelan pelan
usang dan tak bisa lagi dilihat
benarkah ingatan 
serapuh dan selemah itu

sedangkan kita masih ingin
bermanja manja pada masa lalu

kenapa rasanya begitu menakutkan
melupakan ingatan dengan detail detail
yang terhapus dan terlewatkan 

aku takut lupa
bahwa semua bahagia
mungkin pernah dirasakan
dan tahun tahun yang lewat
takkan jadi hampa dan sia sia

masa muda yang gemilang 
atau hal hal yang akan datang
semua pertanyaan yang tak akan 
kita pernah ketahui seluruh jawaban

10/03/2025

hari hari yang menjemukan

hari hari yang menjemukan 
akan lebih panjang
daripada hari hari 
yang begitu menarik
datang saatnya diiuji 

hari hari yang berulang
mengasah mata pisau
satu tarikan demi satu tarikan
logam memperpanjang umur pakai

butiran halus menempa
mata yang tumpul
dari pesta semalam
dan hari hari penempaan

ketajaman dilahirkan
di tiap gesekan dan darah
kesabaran dalam luka luka
ketekunan yang jadi seni
proses yang membentuk jiwa

mata pisau yang harus jauh lebih tajam
agar tak banyak yang terluka
hanya satu potongan
dengan tajam
dengan efektif

hari hari yang menjemukan
mengasah mata pisau
agar semakin tajam
agar semakin ahli
menjalani kehidupan 


10/03

Sunday, March 9, 2025

baru

apa yang yang erat tergenggam
ternyata gampang terlepas
padahal telah kuat dan rapat
kita simpan

sepanjang hari 
dan sepanjang tahun
semua hati yang telah 
diberikan

kemudian di hari yang biasa biasa saja
badai datang, menyapu semuanya
lalu kita tak punya apa apa
tak lagi seperti dahulu

kembali telanjang
terlepas dari genggaman
semua yang kita bangun
jerih payah dan air mata kesulitan

anehnya tiba tiba 
perasaan itu ringan
dan matahari datang
menghangatkan

ternyata langkah selanjutnya 
lebih ringan dari yang sebelumnya
mungkin kita memang 
tak pernah memiliki apa apa

dan selama ini semua yang ada
diberikan dunia pada kita
terlalu lama telah membebani
jalan setapak yang tiba tiba jadi berat

mungkin kita selalu 
bisa memulai kembali 
di diri yang baru
di kebiasaan yang baru
di hal hal yang lebih baik
di pelajaran berharga yang lalu
di kenangan yang samar samar diingat

jalan telah berbelok
dan kita tak lagi bisa menengok
tapi kita telah jauh
melalui semua perjalanan
bersama diri, 
bersama yang telah lalu

9/3

Wednesday, March 5, 2025

pertanyaan

hidup yang aku mau
hidup yang menginginkanku
jawaban yang coba diberikan 
hari demi hari 

kesibukan demi kesibukan
yang diharapkan 
mampu menelanjangi
semua mimpi 
dan angan angan 
yang rasanya sulit
dicapai dan tergenggam

jeda yang diberikan
ketika kelelahan mengetuk
dan pintu pintu terbuka
hampir menyerah dan 
semua pikiran melemah

kemudian kita mulai lagi dari awal
dari keping keping yang kita suka
dari mimpi mimpi kecil yang dulu
pernah begitu menghidupi kita
membuat terjaga di malam hari
membuat kita lupa akan waktu
asyik dan terlalu seru

mungkin pada akhirnya
hidup akan jadi serapuh itu
sekaligus sekuat itu
bangun tiap pagi dan
menghirupnya
setiap hari

5/3

Friday, February 28, 2025

Kekacauan di Kepala #fragments03

03

Kara tidak bisa tidur lagi. Akhir akhir ini ia hanya bisa light sleep, tidur dengan gelisah selama empat sampai lima jam saja. Jantungnya terasa berdetak setengah ketukan lebih cepat dari biasanya. Keringat dingin melembabkan telapak tangannya. Kamarnya gelap gulita, menyisakan cahaya dari kaca balkon yang menyuguhkan pemandangan kota dari lantai tiga belas gedung apartemennya. Apartemen busuk dengan pemandangan paling menakjubkan adalah impiannya sejak kecil. Sejak keluar dari rumah hangatnya di kampung halaman yang punya halaman luas dan tetangga yang saling mengenal. Ramai dan mengenal satu sama lain. Sekarang ia bahkan tak ingin mengenal dirinya sendiri.

Ia bangkit dengan gerakan mendadak, meraih ponselnya. Tidak ada pesan baru. Namun, rasa was-was tidak juga hilang. Ia menatap pantulan dirinya di cermin kamar dalam kegelapan, wajahnya tampak lebih pucat dari biasanya, mata cekung akibat kurang tidur. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya sejak malam itu, sesuatu yang ia tidak bisa definisikan.

Terdengar suara ketukan pelan.

Kara membeku. Ia menatap pintu apartemennya, jantungnya berdegup lebih kencang. Tidak ada yang pernah datang ke tempatnya pada jam seperti ini.

Ketukan itu terdengar lagi. Pelan, tapi tegas.

Kara meraih sesuatu dari meja—pisau lipat kecil yang selalu ia simpan untuk berjaga-jaga. Ia berjalan mendekati pintu tanpa suara, menempelkan telinganya di permukaan kayu. Tidak ada suara lain.

Ia menahan napas, lalu mengintip melalui lubang intip.

Kosong. Lorong apartemen tampak sepi, diterangi lampu neon yang berpendar dingin. Tapi Kara tahu perasaan ini—perasaan seperti sedang diawasi dari sudut gelap yang tidak terlihat.

Ia menghela napas, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia hanya paranoid. Mungkin hanya tetangga yang salah mengetuk pintu. Mungkin hanya suara dari unit sebelah yang terdengar lebih dekat daripada seharusnya.

Tapi perasaan itu tidak hilang.

Keesokan harinya, Kara memutuskan untuk menggali lebih dalam tentang pesan yang ia terima. Ia menarik kursi ke meja kecil di apartemennya, menyalakan macbooknya, dan mulai menelusuri rekam jejak digitalnya.

Siapa pun yang mengirim pesan itu, mereka jelas tahu sesuatu yang tidak ia ketahui. Ia mencoba menelusuri nomor yang mengirimnya, tetapi hasilnya nihil—sebuah akun anonim, tanpa data yang bisa dilacak.

Ia mulai mengutak-atik sistem, mengingat kembali keterampilan kecil yang pernah ia pelajari saat membantu temannya yang seorang programmer di kampus dulu. Dengan program sederhana, ia mencoba melacak IP pengirim. Layar berkedip, muncul deretan angka. Lokasi yang terbaca membuat tengkuknya meremang—koordinat yang menunjukkan titik tidak jauh dari apartemennya sendiri.

Kara menelan ludah. Ini bukan kebetulan.

Lalu ia menemukan sesuatu.

Di antara email pekerjaannya, ada satu pesan yang tertanggal beberapa minggu lalu, terkubur di folder spam. Tidak ada pengirim yang jelas, hanya sebuah alamat acak yang tampak seperti kode yang dihasilkan komputer. Ada satu lampiran, sebuah file dengan ekstensi yang tidak biasa.

Dengan ragu, ia mengkliknya.

Layar berkedip. Sebuah file terbuka—foto hitam-putih, buram, seolah diambil dari CCTV dengan kualitas rendah. Gambar itu menunjukkan seseorang yang berdiri di bawah lampu jalan. Orang yang sama yang ia lihat malam itu.

Ia membesarkan gambar, mencoba mencari detail lebih jelas. Jaket hitam panjang, posisi tubuh yang sedikit condong ke depan, seakan sedang menunggu sesuatu. Tapi yang membuatnya menggigil adalah sesuatu di dinding belakang pria itu.

Sebuah simbol, samar namun masih bisa dikenali.

Kara memperbesar lagi. Ini bukan pertama kalinya ia melihat simbol ini. Bentuknya mirip dengan yang ada di berkas proyek drainase yang ia tangani bulan lalu. Proyek yang seharusnya hanya tentang perbaikan sistem air, tapi entah kenapa banyak data yang dikunci oleh pemerintah kota.

Sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, layarnya tiba-tiba mati sendiri.

Gelap.

Hanya pantulan wajahnya yang kini terlihat di permukaan layar hitam, mata penuh kebingungan dan ketakutan yang mulai merayap naik.

Ada yang tidak beres.

Dan Kara tahu, seseorang sedang memperhatikan setiap langkahnya.

***continuedtofr04

Thursday, February 27, 2025

hantu hantu masa lalu #fragments02

Kara tidak langsung pulang malam itu. Alih-alih, ia membiarkan mobilnya melaju pelan di jalanan kota, melewati gang-gang sempit yang dipenuhi lampu neon berpendar, kopishop kecil dan sempit langganannya yang masih menyala, dan bayangan orang-orang yang hanya tampak sesaat sebelum menghilang ke dalam gelap. Udara dingin menggigit, membawa aroma hujan yang tersisa di aspal.


Pikirannya berkelana lagi, ia sangat suka sendirian, di mobilnya, memutar lagu-lagu dalam playlist "night drive". Ingatan mungkin yang membentuknya hingga hari ini. Dulu, ia punya seseorang yang sangat senang berbicara panjang lebar berjam-jam di dalam mobil. Masih belum ingin pulang, masih belum menyelesaikan pembicaraan. Kini, setelah orangnya tak ada lagi. Kebiasaan itu melekat, kebiasaan yang dilakukan berhari hari selama bertahun tahun. Kini, ia melakukannya sendirian. 


Wipernya rusak lagi, berbunyi nyaring. Hal hal kecil yang belum lagi dibetulkannya. Entah kenapa ia selalu dituding terlalu bersemangat dalam satu hal, dan benar benar tak tertarik dalam hal lainnya. Seperti dua kutub berlawanan yang berbeda. Seperti ketertarikannya untuk super teliti dan bersemangat menata kamar petaknya atau ruangan kantornya, kemudian kehilangan minat untuk membawa dan mengurus mobilnya ke bengkel. Mungkin, itu adalah sinyal bahwa dia tetap membutuhkan keseimbangan, atau mungkin sosok lelaki di hidupnya seperti dulu.


Ada sesuatu yang terasa berbeda malam ini. Seperti ada sesuatu yang membuat firasat dan seluruh perasaannya tidak enak. Untuk beberapa hal yang jadi sugesti dan ia percayai. Kadang, ia masih punya keyakinan dan firasat untuk hal hal buruk.


Pikiran Kara kembali ke pesan anonim itu. Hati-hati. Tidak semua orang suka dengan orang yang peduli. Ia membaca ulang kalimat itu di layar ponselnya, mencoba mencari makna lebih dalam dari sekadar kata-kata. Siapa yang mengirimnya? Mengapa sekarang? Apa yang sebenarnya terjadi di balik proyek yang sedang ia perjuangkan?


Ia memarkir mobil di depan sebuah convenience store yang sudah hampir tutup. Hanya ada satu pegawai di dalam, seorang pria muda dengan rambut dicat pirang yang terlihat setengah tertidur di belakang kasir. Kara membeli sekaleng kopi dingin dan sebungkus rokok meskipun ia bukan perokok aktif yang harus selalu merokok. Hanya jika sedang stres, atau saat camping di  gunung dan kedinginan. Ia hanya ingin ada sesuatu di tangannya, sesuatu yang bisa dimainkan untuk mengisi kekosongan yang mulai merayap di pikirannya.


Saat keluar dari toko, ia melihatnya.


Bayangan itu.

Sebuah sosok berdiri di seberang jalan, di bawah lampu jalan yang berkedip pelan. Ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, tetapi ada sesuatu yang familier dari cara sosok itu berdiri, sedikit condong ke satu sisi, seolah sedang menimbang apakah harus mendekat atau tetap di tempatnya.


Kara tidak bergerak. Ia hanya berdiri di sana, membiarkan kaleng kopi dingin menempel di telapak tangannya yang hangat. Beberapa detik berlalu. Sosok itu tidak bergerak, hanya menatapnya dari seberang jalan. Lalu, dalam satu kedipan, ia menghilang.


Seperti bayangan yang tertelan oleh kegelapan.

Kara menarik napas dalam, lalu membuangnya perlahan. Mungkin hanya halusinasi. Mungkin hanya efek dari terlalu banyak bekerja, terlalu banyak begadang, terlalu banyak berharap pada sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terjadi.

Namun, di dalam hatinya, ia tahu.


Ini bukan pertama kalinya ia melihat bayangan itu.


Di dalam kamar apartemennya yang sempit, Kara menyalakan lampu baca dan membuka buku catatan lama. Ia menyelipkan sebatang rokok yang baru dibelinya di antara jarinya, meskipun ia tidak menyalakannya. Bau tembakau mentah mengingatkannya pada seseorang, pada sebuah masa lalu yang tidak pernah benar-benar ia tinggalkan.


Seseorang yang pernah berdiri di bawah lampu jalan seperti tadi malam.


Dulu, ada seseorang yang selalu mengikutinya pulang, dengan alasan yang tidak pernah benar-benar jelas. Kadang ia menganggapnya teman, kadang ia merasa seperti sedang diawasi. Mereka biasa berbicara tentang banyak hal—tentang kota ini, tentang politik, tentang bagaimana dunia sebenarnya bekerja. Sampai suatu hari, orang itu menghilang begitu saja, seperti asap yang ditiup angin.


Ia membuka halaman kosong di buku catatannya dan menulis satu pertanyaan: Apakah itu dia? - dan menuliskan sebuah nama yang menggema gema di ingatannya. Ingatan kabur yang sudah terlalu lama ia coba lupakan. Ia bahkan pernah membayangkan orang itu telah mati dan ia berkunjung ke pemakamannya. Tapi ini bukan saatnya, ini saatnya ia harus kembali pada kenyataan yang terpampang dengan jelas di depan matanya. 


Hening menyelimuti ruangan. Jam di dinding berdetak perlahan, mengisi kekosongan dengan suara yang hampir tak terdengar.


Lalu, ponselnya bergetar lagi.


Kali ini, pesannya lebih panjang.

Kau terlalu jauh masuk ke dalamnya. Berhenti sekarang, sebelum semuanya terlambat.

Di luar, di antara cahaya lampu jalan yang redup, bayangan itu mungkin masih berdiri di sana, 

menunggu.


Entah apa.


****continuedtofr03

Tuesday, February 25, 2025

kota yang tertidur #fragments01

***

prolog

Kara tidak pernah percaya pada angka yang ditampilkan di layar rapat. Angka-angka itu steril, direkayasa agar tampak masuk akal, seperti pertunjukan boneka yang sudah diatur benangnya. Kota ini, seperti angka-angka itu, hanya terlihat hidup di atas kertas. Di jalanan? Ia melihat sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang berantakan, tidak simetris, tetapi nyata.

Ia duduk di ruang rapat yang terasa lebih dingin dari biasanya, di lantai tertinggi gedung itu. Jam menunjukkan pukul 22:43. Sudah lebih dari dua jam sejak ia memulai presentasi, dan para pejabat di hadapannya sudah terlihat lelah. Atau mungkin hanya bosan. Tidak ada yang benar-benar mendengarkan.

“Rencana ini tidak akan lolos,” suara pria paruh baya berjas abu-abu memecah keheningan. Hasan, kepala divisi anggaran. Ia menghela napas seperti orang yang sedang mencoba bersabar dengan anak kecil. “Terlalu banyak pengeluaran, terlalu banyak risiko. Kota ini bukan tempat eksperimen sosial.”

Kara tidak mengedip. Ia hanya menggulir layar iPad-nya dan menampilkan gambar ilustrasi: trotoar luas, jalur sepeda yang tidak terputus, ruang publik yang benar-benar bisa digunakan semua orang.

“Dan jika kita terus membangun tanpa mempertimbangkan kehidupan orang-orang di dalamnya,” katanya pelan, “kita hanya menciptakan kota mati.”

Sebuah suara kecil tertawa. Dari ujung meja, seorang pria muda bertopeng sopan santun berdehem. “Masalahnya, Nona Kara, kota ini tidak pernah hidup dari awal.”

Ia mengabaikan komentar itu. Matanya menelusuri ekspresi mereka satu per satu. Wajah-wajah tua yang sudah terlalu lama berada di posisi yang sama. Tidak ada yang tertarik untuk bertaruh pada perubahan.

“Saya sudah bicara dengan beberapa arsitek independen,” Kara melanjutkan. “Mereka setuju bahwa revitalisasi ini mungkin.”

“Mungkin.” Hasan menekankan kata itu, seperti meremasnya menjadi debu. “Tetapi tidak realistis. Dan kau tahu bagaimana dunia ini bekerja, bukan?”

Kara tahu. Dunia ini tidak dibuat untuk orang-orang seperti dirinya. Dunia ini dibuat untuk mereka yang tahu bagaimana cara bermain, kapan harus tunduk, kapan harus mengorbankan sesuatu agar mendapatkan yang lain. Dunia ini adalah papan catur yang sudah lama dimenangkan oleh orang-orang yang duduk di ruangan ini.

Tapi ia tidak ada di sini untuk bermain. Ia ada di sini untuk menggulingkan papan itu.

Ia menyimpan iPad-nya, lalu berdiri. “Baik,” katanya. “Jika kalian ingin menolak ini, silakan. Tapi saya tidak akan berhenti. Karena kalian tahu apa perbedaan saya dengan kalian?”

Tidak ada yang menjawab.

Kara mengangkat tasnya, menatap Hasan lurus-lurus. “Saya peduli.”

Ia berbalik dan berjalan keluar. Di luar ruangan, lorong terasa lebih gelap dari biasanya. Hanya lampu-lampu emergency yang menyala. Gedung ini mulai sepi. Para pekerja sudah pulang. Kota di luar sana masih hidup, masih bergerak dalam napas orang-orang yang tak pernah diperhitungkan dalam laporan keuangan.

Ia melangkah menuju parkiran basement, memasukkan gigi di mobil manualnya. Teman-temannya selalu mengomelinya agar membeli mobil matic. Lebih gampang kalau macet, lebih enak kalau harus naik jembatan.

Tapi bagi Kara, ini bukan soal kepraktisan. Ini soal ingatan. Ini soal dirinya di masa SMA, duduk di motor tua ayahnya, membayangkan suatu hari ia akan menggenggam setir mobil seperti ini. Dunia boleh berubah, tetapi ada bagian dari dirinya yang tidak ingin melepaskan mimpi lamanya.

Saat mesin menyala, ponselnya bergetar.

Pesan tanpa nama. Tidak ada kontak, tidak ada nomor. Hanya satu kalimat.

Hati-hati. Tidak semua orang suka dengan orang yang peduli.

Jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menatap layar ponsel, lalu melihat sekeliling parkiran. Kosong. Hanya suara kipas ventilasi yang berputar di sudut ruangan. Tapi seseorang ada di luar sana. Seseorang memperhatikannya.

Ia tidak tahu apakah itu ancaman atau peringatan. Tapi ia tahu satu hal: permainan baru saja dimulai.


***continuedtofr02

Saturday, February 22, 2025

usaha

namanya juga usaha
cara cara yang kita coba
lampu senter yang tak mampu
menyinari hamparan di depan mata
hanya satu langkah kecil di depan 
dan baterai yang hampir habis

namanya juga upaya
strategi dan trik yang kita kira kira
kelopak mata yang dipaksa 
membuka di celah celah mata
serta alarm yang memekakkan telinga

namanya juga takdir
kadang terlampau berlalu di depan mata
dikejar dan tak jua menghampiri kita
sedang kita tergopoh gopoh
mengejar entah apa

namanya juga melakukan 
apa saja yang kita bisa
berharap doa doa
menembus langit
memberikan semua
keinginan yang lidah
tak mampu lagi
menyebutkannya

namanya juga cuma manusia
rejeki jodoh maut 
sudah diatur katanya
tapi tetap was was 
dan harus diusahakan juga
dengan semua upaya
meski rasanya 
matahari sudah terbit dari barat
dan hanya sisa putus asa

namanya juga mencoba
entah apakah hasilnya
sesuai dengan keinginan kita
atau kebutuhan tak terduga
hanya bisa menghamba
berdoa melakukan 
yang paling baik
yang kita bisa

22/02

Friday, February 21, 2025

sinema

kering kerontang
seperti kecambah yang mati
tak terkena sinar matahari
jadi mayat hidup yang bangun
dan berlari mencari mangsa

hanya kekosongan 
demi kekosongan
memuaskan dahaga

bagaimanakah hidup yang semarak
seperti sinema di layar
atau kotak persegi terkonsumsi
mempertontonkan keping demi keping
semua hasrat yang terlintas
untuk diinginkan

apakah kita benar benar
menyukainya dan tercebur
sedang lautan hanya kiasan
tenggelam dalam rongga rongga dalam
bergema sedemikian panjang

kemanakah kau yang dahulu
terbentuk riang mengikuti 
apa yang dihamparkan padamu
tak sempat menoleh menara tinggi di atas
dan apa apa yang tak sanggup
digapai jemari

mungkin hari ini
kita menikmati sinema
untuk dua jengkal di depan mata
serta keheningan dan hela yang panjang
untuk cinta cinta yang tak akan pernah
digenggam tangan

21/02

Wednesday, February 19, 2025

untuk malam ini saja dan mungkin malam besok

malam malam panjang  
dalam mimpi mimpi 
yang terus terkubur
lara demi lara
diselimuti tertawa

hidup mungkin
cukup begini saja 
katamu dan semua luka
kau bawa sampai mati

pernahkah kita
begitu muda dan bodoh
untuk tak menyerah
kemudian pinggang mulai sakit
dan badan tak sanggup
bergadang

ingin tertidur terus
beristirahat di pelukan
sedang pagi terus menerus datang
semua rasanya begitu kewalahan

di pikiran masih hidup
anak kecil yang menari
dan menangis dengan keras
melakukan hal hal bodoh
atau terlalu mudah 
terikut arus

hidup begini sajalah katamu
dan gelas demi gelas
tak pernah habis kita minum

18/02

Monday, February 17, 2025

demi masa

masa masa 
yang tak pernah kita bayangkan
terasa begitu jauh
akhirnya datang

perasaan yang janggal
dan ingatan yang tinggal
sejauh otak mampu merekam
masa masa yang telah lalu

kabur dan terasa asing
terasa baru kemarin
sekaligus terasa
terlalu jauh
tak bisa lagi digapai

apakah kelegaan itu
pada akhirnya
menemukan kita
yang bersembunyi

di bilik dan mengetik
kata demi kata
meminta pertolongan
ingin ditemukan 

mungkin kita hanya
telah tersesat
dan kehilangan
kemarin

17.02

Sunday, February 16, 2025

sehari hari

aku mencintaimu 
seperti alarm bangun pagi
yang berbunyi setiap pagi
tak perduli kau tidur
jam tiga pagi
atau jam sembilan 
tadi malam

seperti makanan di kotak
yang lupa aku buang
jadi berjamur dan membusuk
dan hal hal yang secara natural 
terjadi begitu saja

pada pertemuan demi pertemuan
dan percakapan yang selalu
menenangkan hati

aku mencintaimu
seperti aku mencintai 
setiap cangkir kopiku
juga seperti semua pesan masuk
yang menganggapku penting
menginginkan tanggapan
dan balasan balasanku

kadang begitu menjengkelkan
dan membangkitkan semua amarah
dan gelap di rongga rongga hati
tapi walaupun begitu
cintaku masih tetap ada
besar dan tak ingin kau tinggalkan

seumur hidupku
sampai aku tak lagi bisa mengingat
sampai kapasitas memori otakku
tak lagi mau menyimpan

semua kenangan manis
semua upayamu yang buatku
tersenyum di dalam hatiku saja
dan walaupun kebodohanku
terkadang membuat semua terbakar
dan selayaknya pesulap
semuanya mungkin hilang
begitu saja

16/02

Saturday, February 15, 2025

bersalah

juri telah memutuskan
kesalahan telah lewat dan terbuat
alpa dan khilaf
menggulir dan menumpuk
kemudian meledak
di tengah balai kota

besok mungkin pancung
memenggal tiap tiap
nanah yang harus diamputasi
apakah di penghujung hari
semuanya akan dimaafkan

dan hidup berlanjut 
penuh luka luka
berjalan di tengah 
guyuran hujan petir
menebuskan semua dosa

apakah semuanya
tercatat dan berbunga
ataukah pada akhirnya
di liang kubur
semua pertanggungjawaban
dimintakan penyiksaan
membakarmu habis
sampai mati

ataukah tersiksa pelan
menyucikan semua 
dan kembali lahir
seperti bayi suci
yang nanti kan 
mengulangi lagi
semua

15/02

Wednesday, February 12, 2025

untuk malam ini saja

malam malam sulit tidur
dan menghabiskan teguk demi teguk 
dahaga yang terlepas
sedikit lebih banyak
dari biasanya

menjalinkan kata demi kata
kesadaran dan kewarasan
lebih dalam dan dekat
daripada sebelumnya

malam malam panjang
kepayahan tertidur hingga
kata demi kata kita rangkai
berharap kebohongan dan dusta
membuat kita sedikit lebih nyaman
dari sebelumnya

berani mungkin adalah tindakan
yang paling bodoh yang bisa menghapuskan
semua kenyamanan dan kedamaian
pada malam malam yang dihabiskan 
menikmati waktu sendirian

mungkin waktu kini jadi lebih egois
menolak kemungkinan kemungkinan
dan menyandarkan diri penuh
pada sendiri dan teman teman
untuk menghabiskan 
seluruh malam
yang telah jadi 
terlalu panjang

12/20

15.42

tiga menit lagi
lembar kan kutinggalkan
kulupakan dan tak ingin kubuka
gamam antara melanjutkan hidup
dan mati kebosanan

api itu menyala nyala kecil
dalam remang yang tak tau lagi sampai kapan
mampu menerangi seluruh kota ini 
sedang tiap hari doa doa
dipanjatkan dengan hati hati

dimanakah batas keinginan
dan harapan untuk menetapkan hati
tak lagi mau beranjak 
memperkuat akar
yang akhirnya berani
melawan desau angin
yang mungkin merobohkan 
seluruh dedaunan di negeri ini

apakah dengan penuh kehati-hatian
dan seluruh kemunafikan kita akan
memberantas semua kejahatan
sedang darah telah mengucur di tangan
dan pasukan selalu berjatuhan

masihkah dibungkam isak tangis
pada alpa dan ketidakmampuan
sedang jari jari berkelana
berharap satu orang
mungkin bisa
mengambil
semua keuntungan.

Tuesday, February 11, 2025

rumah

apakah memori
yang tlah hatam
kau baca berulang kali
di tiap jengkal ingin

serta kegelisahan 
dalam ketiadaan
mencukupkan 
semua peranan

sudut berantakan
yang sudah muak kau
tata ulang

keinginan untuk pergi
lupa dan jadi manusia sempurna 
dan terbarukan 
akhirnya kembali dan
terlupakan

apakah mimpi masih disana
dengan keangkuhan yang telah kau peluk
serta harapan harapan yang terbentur
keras dan nyali menciut
takkan lagi berani
punya mimpi

sedang akhirnya semua kau rubuhkan
membuang dahan layu dan lembar kusam
kau beri ruang
memulai dari awal 
berani lagi 
menjalaninya
sendirian

11/02

lagu dan film

beberapa ingatan 
tersimpan dalam lagu
dalam lirik lirik 
menerjemahkan 
perasaan

pelan pelan saja
melepaskan apa yang tak baik
kita pantas mendapatkan
yang terbaik

tak bisa bohong 
memang berat
tapi lepaskanlah ikatan
cepat atau lambat
hati kan mengerti
masih ada ruang
untuk cinta
dari jauh

kabut berduri
di mata sanja
panca dan remang
di pedalaman kalimantan

kau yang selalu menebak 
akhir cerita

11/02

Wednesday, February 5, 2025

jatuh cintalah

jatuh cintalah, sekali lagi
meskipun kau telah tau
akhir yang gelap 
dan jalan yang buntu

tapi tetap jatuh cintalah
satu kali lagi

meskipun kejadian berulang
dan kau telah menghapal 
semua naskah

perasaan berulang ulang
yang tak lagi menarik

tapi tetaplah jatuh cinta
meski telah limbung
terlalu sering 
dan membuat jera

tapi tetaplah, 
menjatuhkan diri
pada yang membuat
senyummu mengembang 
terlalu manis

dan bunga bunga
menumbuhkan tunas

jatuh cintalah, 
sekali lagi
walaupun kau lupa
caranya menjadi naif
dan tak berpikir terlalu keras
pada masa depan yang kabur
dan perasaan yang tak pernah 
benar benar diketahui

tapi tetaplah jatuh cinta
mungkin takdir akhirnya menyerah
dan semua upaya
tak lagi berkhianat
pada ujung dan penutupan
yang tak lagi kau tunggu
tapi masih tetap kau inginkan

diam diam
dan tak ada bunyi
jauh di kedalaman hatimu


februari.