Monday, July 23, 2018

Selamat Datang di Rusunawa Cingised #selasarimaji






Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk menghabiskan waktu.  Ada yang berpergian,  naik gunung, menonton konser, film, membaca buku, -atau melanjutkan kuliah S2 di kota yang asing tanpa orang yang dikenal. 

Kali ini, saya memutuskan untuk mencoba menjadi volunteer di Selasar Imaji, yaitu salah satu program dari Turun Tangan Bandung, memfasilitasi masyarakat Rusunawa Cingised untuk mengembangkan kemampuan literasi yang aplikatif dengan cara berkegiatan aktif bersama seperti berbahasa, berkerajinan, berkesenian, berkebun dan hidup sehat.  

Menurut saya, ini adalah program yang unik, sebelumnya, saya terlibat di komunitas 1000 Guru Kalbar, dimana program utamanya adalah pergi ke desa-desa di pedalaman yang sulit terjangkau, dan tampak memerlukan bantuan, kemudian memberikan donasi dan mengajar selama sekitar dua hari.  Dan sekarang, melihat anak-anak masyarakat perkotaan yang dianggap mempunyai masalah di sekitarnya.

Rusunawa Cingised sendiri, menurut informasi yang baru saya ketahui, adalah rusunawa (rumah susun sewa) yang disewakan oleh Pemerintah Kota Bandung terhadap warga kurang mampu, dimana di rusunawa ini belum dikenakan biaya sewa, hanya membayar listrik dan air. 

Sebelumnya, saya melihat potret warga kurang mampu/sekolah yang tidak memiliki fasilitas di pedalaman, yang nampak secara fisik, dari bangunan maupun kondisi warga sekitar, namun disini, terlihat bangunan tinggi yang nampak menjulang dari jauh, memiliki 5 twin blok, di gerbang masuk nampak pos security dan security yang menjaga, masjid yang besar, puskesmas, taman, air mancur di daerah blok, lapangan sepakbola dan basket.  

Kesan pertama yang saya lihat adalah, tidak seperti saya membayangkan potret kemiskinan- di pedalaman pedesaan dengan bangunan yang ambruk dan tidak ada fasilitas sama sekali, namun mungkin di beberapa spot yang saya lihat, sangat bersih, warganya selalu bergotong royong dan saling membantu, saling kenal dan lebih mudah didekati.  Di rusunawa ini, meskipun dari jauh nampak bagus dan lengkap, namun ketika masuk ke dalam, terdapat beberapa spot yang nampak tidak terawat padahal merupakan ruang bersama.

Ingatan saya kembali ke tempat-tempat di pedalaman yang saya kunjungi, ah andai saja pembangunan bisa merata dan warga kurang mampu di pedesaan juga bisa difasilitasi seperti ini, namun kemudian terlintas pertanyaan.  Apakah program rusunawa ini sudah tepat? apakah cocok dengan budaya masyarakat lokal? apakah warga yang kurang mampu ditempatkan disini akan lebih terbantu-hingga akhirnya dapat memberdayakan dirinya sendiri-kemudian mencari penghidupan sendiri? Berapakah persentase mereka yang mampu memberdayakan dirinya sendiri kemudian tidak tergantung dengan pemerintah? Katakanlah-mungkin di desa mereka masih bisa makan dengan memanfaatkan hasil hutan, tapi di masyarakat di bawah garis kemiskinan perkotaan, apakah yang bisa dilakukan, selain, tentunya-mengemis? masih tersisakah budaya gotong royong dan saling membantu apabila mereka dipindahkan di lingkungan seperti ini?  Atau pemerintah hanya menyediakan tempat dan fasilitas saja, untuk terus selamanya bergantung dan mengharapkan bantuan?

Melihat penyebab kemiskinan itu sendiri, bisa dilihat pula dari 3 perspektif (Sherraden), yaitu 1) Konservatif, dengan landasan teoritis mengenai masyarakat, adanya budaya kemiskinan, ketertinggalan yang membuat apatis, malas dan tidak ada ambisi, 2) Liberal, dengan landasan teoritis individu, disebabkan oleh distorsi pasar terhadap akses ke makanan, perumahan, pakaian dan pendidikan yang layak, dan 3) Strukturalis, dengan landasan teoritis struktur, disebabkan oleh ketimpangan struktur ekonomi/politik dan ketidakadilan sosial.  

Sebab itu, bisa dikatakan bahwa program rusunawa ini, menggunakan perspektif liberal, yang menggunakan strategi penyaluran pendapatan dan akses ke berbagai public services yang layak bagi orang sasaran.  Yang kemudian akan dilanjutkan dengan pertanyaan, sudah tepat atau efektifkah? Tentu, mengevaluasi kebijakan pemerintah tidak dapat dilakukan terlalu dini. Namun, hal ini juga adalah salah satu langkah yang telah dilakukan, upaya dengan alokasi anggaran yang sangat besar yang diharapkan tidak hanya program tanpa fasilitasi lanjutan, monitoring, follow up, evaluasi serta rencana-rencana ke depan.

Kegiatan community development ini, menurut saya juga adalah semangat yang harus terus dihidupkan, agar anak-anak muda/warga sipil terlibat pula secara aktif dalam pembangunan, khususnya di lingkungan sekitar, untuk berkontribusi menemukan, memetakan masalah apa yang sedang terjadi, dan mencari solusinya bersama dari perspektif yang berbeda dari pemerintah maupun public sector, sebagai langkah untuk bahu-membahu dalam pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan sosial ataupun dalam spektrum kecil, -menjadi orang yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri.

Bandung, 23 Juli 2018.
... 

Groucho Marx, 2016. "Politics is the art of looking for trouble, finding it, misdiagnosing it, and then misapplying the wrong remedies".

World Bank, 2004. "Poverty is hunger. Poverty is lack of shelter.  Poverty is being sick and not being able to see a doctor.  Poverty is not having a job, is fear for the future, living one day at a time.  Poverty is losing a child to illness brought about by unclean water.  Poverty is powerlessness, lack of representation and freedom".

No comments:

Post a Comment