Tuesday, September 3, 2019

Favorite Indonesian Movie Week

Sebagai penikmat dan penonton film awam yang menonton film untuk terhibur dan lebih suka nonton film crime-mystery-action, minggu ini sedang ada dua film indonesia yang lagi banyak diulas, Gundala dan Twivortiare.  Untuk Gundala, jadi lebih nontonin tentang Joko Anwar, meskipun ga nonton film-filmnya Jokan yang dulu, karena gak suka horor.  Film superhero yang terakhir ditonton adalah film spiderman yang gak terlalu aku suka karena lebih banyak mengangkat tentang citna-cintaan remaja.  Gundala ini menjadi pelipur lara nontonin film ini, sepertinya film terakhir yang aku suka dalam genre action itu Anna, Tomb Raider, Salt, Ocean Eleven film film dengan karakter cewe cewe pinter, semacam agen rahasia (yang bekerja dengan pemerintah) dan jago berantem yang diselingi dengan memecahkan kasus adalah alur film yang aku "gue banget" lah. Haha.  


Beberapa hal yang aku sukai dari film ini yaitu setting suasana, kehidupan Gundala yang cukup digambarkan dengan asik (personal references- dari yang suka nontonin daily vlog kamar-kamar kos kecil tapi lucu) sebagai kehidupan kelas pekerja dengan pekerjaannya sebagai sekuriti pabrik koran. Dan dari twitternya bang Jokan, memang ternyata setting kos Sancaka adalah kosnya Jokan jaman dulu.



Beberapa detail yang aku suka di sebuah film, yaitu bagaimana dia menjalani hari sepulang kerja, detail detail kamar ketika hujan dan petir.  Kemudian, film dibangun dengan menggambarkan Sancaka kecil yang ditinggal ayah dan ibunya, bagaimana ia bisa bertahan dengan menemui Awang, yang karakternya aku suka karena film ini menggambarkan Awang sosok yang cuek cuek tapi peduli dengan ketidakadilan yang ia lihat ditambah dengan jokes jokes yang aku suka dalam percakapan Sancaka-Awang.



Sebagai penggemar bela diri, cukup memuaskan melihat Awang, mungkin karena dia memang atlet bela diri dan anak dari Cecep Ruhiyan, jadi gerakan-gerakannya memang believable dan menarik.  Walaupun masih ingin melihat lebih dalam scene-scene berantem.

Selanjutnya kehidupan Sancaka besar sebagai sekuriti pabrik mulai terusik ketika pada saat itu keadaan kota sedang kacau dan terjadi kerusuhan di berbagai tempat, yang mengantarkan ia bertemu dengan Wulan, tetangganya yang juga aktivis (?) atau pedagang pasar (?) yang membela pedagang pasar dari preman-preman yang mengganggu mereka. 

Kemudian konflik berjalan dengan menggambarkan anggota dewan yang terusik dengan adanya Pengkor, yaitu 'rakyat' yang sering mengusik mereka, seorang pengusaha yang juga memiliki panti asuhan yang menampung anak anak, dimana kemudian digambarkan pada masa kecilnya adalah orang yang sangat kejam dan mampu mengorganisir anak-anak di panti asuhan untuk setia kepadanya, disini kemudian anak-anak tersebut tersebar di seluruh dunia dan difasilitasi untuk unggul dalam berbagai bidang seperti model, chef, pengukir kayu (?) dan beberapa profesi lainnya tetapi juga diajarkan untuk menguasai bela diri, anak-anak ini juga setia kepadanya dan dapat dimanfaatkan untuk membantu Pengkor.



Villain di film ini digambarkan bernuansa politik dengan ideologi Pengkor yang juga sadar telah terjadi kekacauan dimana ada anti-trust antara rakyat dan wakil rakyat, kemudian statement Pengkor yang sadar bahwa 'rakyat memang harus dibuat bodoh' dan tidak tahu apa-apa untuk tetap bisa mengontrol mereka. I think this scene quite potray the chaos that happened.  

Menariknya, beberapa villain dan patriot lain juga muncul sebentar sebagai teaser untuk film selanjutnya sehingga klimaks film ini seperti akan ada dan tersebar kembali di film-film selanjutnya.  

Film yang cukup memuaskan di bulan Agustus-September ini, sudah lama rasanya tidak se-excited ini dengan film film Indonesia, karena tahun ini setelah melihat beberapa trailer aku hanya tertarik  menunggu film-film model Charlie's Angel dan The Laundromat (Netflix) -selain beberapa film streaming yang kalau senggang pasti aku tonton juga. 

Film selanjutnya yang baru kemarin aku tonton adalah Twivortiare.  Film yang dibintangi Raihanuun dan Reza Rahardian yang diangkat dari novel Ika Natassa.  Dulu, metropop nya Ika Natassa adalah genre novel yang aku suka yang menggambarkan cewe cewe kantoran cantik dan pinter yang tentu saja~ dibikin galau sama cowok dan cinta cintaanya.  Hampir males nonton film ini karena nonton film Ika Natasaa sebelumnya sama mantan dan dibikin galau, rasa-rasanya hidup sekarang sudah settle dan ga butuh gegalauan lagi apalagi di big screen karena anaknya emang gampang baper. Wk. Tapi akhirnya pas jam kosong butuh inspirasi ya udahlah nonton aja penasaran.

Bagian yang paling aku suka di film ini adalah bagaimana mereka menggambarkan perkelahian-perkelahiannya Alexandra dan Beno.  Hal hal kecil yang memang dalam hubungan bikin gondok, padahal kalau lagi gak bucin dan berakal sehat, hal itu gak akan jadi masalah.   Tapi memang, kalau sedang dalam hubungan, penuh dengan hal hal konyol gak bisa dijelasin dengan logika yang bener (loh kok jadi curhat wkwk).  Film ini juga bisa menggambarkan patah hati, dan ketakutan untuk memulai kembali dengan orang yang sama dengan sangat natural menurutku, masih masuk akal-lah, apa yang menjadi ketakutan mereka dan hal hal yang memang harus ada dan dijaga dalam hubungan jangka panjang.  Sebagai orang yang memiliki pengalaman hubungan yang hampir sama- minus ending bahagia seperti di film ini (hhh) film ini oke banget untuk membawa kenangan-kenangan yang mirip, yang aku pikir beberapa orang kebanyakan juga memiliki hubungan yang seperti ini.  Typical perkelahian-perkelahian pasangan pada umumnya.  Film yang natural, kecuali tentu di ending yang gak masuk akal karena mereka nikah dua kali dan balikan lagi (ga terima) wkwk.  Tapi filmnya menyenangkan, dan gak bikin ngantuk (pernah trauma karena ngantuk banget di bioskop tapi sayang mau pulang). haha.


Score: (biar ala-ala fav reviewer, cinecrib)
Gundala 8/10
Twivortiare 7/10

No comments:

Post a Comment