Sunday, November 6, 2011

Untuk Apa ?

Kemarin, sewaktu saya mengikuti seminar singkat, mengundang narasumber dari pegawai yang bertugas di perbatasan serta TNI, yang tidak sengaja saya hadiri karena kebetulan kursinya kosong *jatah terbatas buat pejabat kampus. red* kembali tertarik akan diskusi-diskusi yang pada akhirnya sampai pada sebuah permasalahan yang sama : Kualitas Sumber Daya Manusia atau SDM yang masih lama. Pertanyaannya, sampai kapan? 
Miris, jika membandingkan Indonesia, tidak usah dengan negara superpower atau adidaya Amerika Serikat, tapi bandingkan dengan negara tetangga, Malaysia saja, sudah dapat dilihat secara signifikan perbedaan fisik kedua negara ini.  Kedisiplinan, kebersihan, fasilitas.  Bukannya saya tidak bangga menjadi orang Indonesia, karena jika saya tidak bangga, maka saya menyalahi takdir Tuhan yang menakdirkan saya terlahir di sini, di rahim ibu saya yang sangat saya hormati dan sayangi.  Tetapi saya hanya, miris...
Saya tidak akan menjadi orang yang idealis, karena orang idealis tidak akan berada pada posisi yang dapat menikmati hidup, bisa dilihat, sebenarnya kurang lebih pada zaman orde baru, dimana yang paling lantang bersuara akan berakhir dibunuh di lubang buaya, atau hilang dan tak pernah ditemukan, tapi sekarang, pembungkaman bukan dengan pembunuhan secara fisik, tapi mutasi, dan tindakan-tindakan orang yang tidak senang dengan kritikan yang akan menyingkirkan kita dan mencari-cari kelemahan orang lain kemudian akan pelan-pelan disingkirkan, Sri Mulyani, disingkirkan dan akhirnya harus mengundurkan diri, Albertina Ho, dimutasikan hingga ke kota terpencil.  Semuanya karena mereka lantang bersuara.  Kemudian, apakah saya akan takut bersuara ? Tidak.  Saya tidak takut untuk bersuara, saya bisa saja bersuara keras.  Tapi kemudian, pertanyaannya, apakah itu sepadan dengan apa yang akan saya dapatkan kemudian ? Jujur, hidup itu singkat, dan tidak semua dalam hidup saya indah.  Jadi saya tidak akan mempersulit hidup saya lagi dengan membuatnya jadi singkat-dan menyakitkan. Seperti suatu pepatah, jangan memberikan nasihat kepada orang yang tidak memberikan nasihat, karena percuma, mereka tidak akan mendengarkan nasihat, kritikan, atau apapun.  Saya hanya akan diam, selama hal itu tidak merugikan saya dan tidak membuat keadaan saya menjadi buruk.  Untuk apa? Diam, karena saya tidak terlalu bodoh untuk berada di level berpikir mereka yang bodoh, diam bukan karena saya dapat menolerir ketidakadilan, kerusakan, kejahatan, tapi karena saya belum mempunyai kapasitas untuk membenahi, dan menghajar orang itu, karena apabila sekarang, apabila saya melakukan hal itu, tidak ada tempat saya selain mendekam di penjara, atau dipersulit oleh orang lain. Jadi, untuk diam? kenapa tidak?

2 comments: