Tuesday, April 3, 2018

Tentang Orient #1

Cafe itu lengang siang itu, mejanya terbuat dari kayu dan segelas cappucino panas terletak di atas meja. Kau duduk di hadapanku, sambil menyenderkan kedua tangan menghadapku. 

“Aku membelikanmu jaket kulit, pasti kamu suka” ujarnya sambil tersenyum.

Aku membalas senyum sedikit dan melihatnya. Kemudian memutar-mutar cangkir. Dia berbicara lagi, tanpa kehilangan antusias.

“Nanti kamu mau naik gunung lagi kan, pasti dingin. Kalau pakai jaket ini akan ingat aku”

“you wish” aku menjawab sekenanya, sedikit senyum dan canggung.

dia tertawa.

Entah kenapa, dengan dia, aku tahu, dia sangat menyukaiku, terlepas aku tidak pernah menanggapinya dengan serius. Tapi dia selalu ada, menemaniku mengobrol berhari hari, pergi ke laut, gunung, camping berhari-hari.

Dia adalah orang yang bersih, rapi. Kalau camping adalah yang membawa barang yang paling banyak, memikirkan orang lain. Lalu dia juga orang yang peduli dengan timnya, memperhatikan satu-satu kebutuhan orang lain, kemudian juga begitu royal dengan uang dan tidak akan keberatan membelikan teman temannya barang-barang yang dibutuhkan. Dia juga orang pertama yang akan bergerak jika melihat ada kebutuhan kelompok yang kurang.

Kadang aku mencarinya juga dan menjemputnya kalau aku punya masalah dengan orang lain, kemudian tahan mendengarnya menggodaku (sepik sepik bercanda :p) seharian. Kadang juga jika aku mempunyai masalah, aku akan bilang kepadanya, kemudian kami hanya diam, ngopi dan aku akan tenggelam dalam pikiranku, dia tidak akan menggangguku dan akan memakluminya.

Aku senang bersamanya, aku tau, dia adalah orang yang menyukaiku, mendengarkan semua ceritaku dengan sabar dan melihatnya sebagai hal yang menarik, entah kenapa aku melihat dia adalah orang yang mengagumiku, senang rasanya dilihat sebagai orang yang dikagumi orang lain, dimengerti, dilihat sebagai orang yang ‘cool’ dan ‘tidak seperti orang kebanyakan’, juga ‘seperti itu juga yang ada di pikiranku, kenapa banyak orang yang tidak mengerti-’ di saat tidak semua orang mampu mengerti dan melihat pandangan dan cara cara kita melihat dunia. Dia adalah orang yang beberapa kali memujiku dan terdengar di telingaku begitu tulus.  Dia adalah orang yang ahli memberikanku kata-kata penyemangat dan selalu yakin akan apa yang aku lakukan.  Dia selalu percaya aku akan berhasil dalam hal hal yang aku lakukan.  Dan hal itu benar-benar membuatku bersemangat pada saat sedang down atau tidak percaya diri.

Dia bukan tipe orang yang membuatmu jatuh cinta yang dalam. Tapi dia orang yang membuatmu merasa begitu dicintai kau hampir merasa bersalah akan itu dan membuatmu terbersit pikiran bahwa dirimu sebenarnya tidak seberharga itu, terlebih, tidak dapat membalas perasaannya sebanyak yang bisa dia berikan.

Jika ingin dirunut pada pertama kali aku bertemu dengannya, adalah pada saat aku sedang berada di masa-masa akhir pendidikan. Tidak ada manisnya sama sekali-menurutku. hahaha. Rambut pendek, seperti laki-laki, kumal dan baru putus cinta. Aku saja heran bisa-bisanya dia menyukaiku saat itu, saat aku sedang merasa sangat tidak menarik.

Kala itu, aku dikenalkan teman lamaku dengannya, kalau tidak salah karena aku beberapa kali memasang quotes galau ala ala baru putus cinta di status blackberry messenger. Dan temanku, yang sudah lama tidak bertemu kemudian mengomentari dan menyuruhku untuk berkenalan dengan temannya.

Entahlah, kala itu aku sedang merasa ‘kosong’ karena baru beberapa minggu putus cinta dan sedang tidak menghubungi siapa-siapa. Dan kami pun bercakap-cakap, lewat sms.

Aku kadang membalasnya dengan sekenanya saja. Percakapan basa basi sekedar ingin tahu tentang apa yang sedang dilakukan, kapan keluar asrama, dst.

Kemudian di suatu minggu akhirnya kami memutuskan bertemu dan makan siang, bersama teman lamaku. Aku masih ingat detailnya, karena aku begitu kaku dan tidak tahu mau ngomong apa. Dia membawa beberapa temannya, teman lamaku juga hadir, yang merupakan sahabatnya. Aku datang sendiri dan mereka bercakap-cakap tentang hal-hal yang tidak begitu aku ketahui, dan hanya mencoba masuk dalam percakapan dengan canggung.

Entah kenapa, aku sedikit senang saat itu, senang karena akhirnya aku merasa dikelilingi orang-orang lagi setelah fase-fase putus cinta yang cukup berat untukku. hahaha. Teman-temannya juga orang yang seru dan asik diajak ngobrol, mereka juga sangat welcome dan mengajak aku untuk ikut lagi kapan-kapan.

Kemudian selanjutnya kami hanya pergi berdua, dengan motor besarnya. Entah kenapa aku suka dengan laki-laki yang mengendarai motor besar, apalagi warna merah saat itu. Cukup seru dan terlihat oke’ saja kalau dia harus ribut-ribut dengan suara motornya menjemputku di asrama, yang sudah pasti akan dilihat orang dan membuat teman-temanku bertanya tanya. Padahal motor besarnya itu sering juga masuk bengkel dan susah distarter. hahaha.

Akhirnya tak berapa lama sesudahnya tentu kami jadian. Aku lupa bagaimana detailnya cara dia menyatakan cinta, tapi. itu lewat sms…

Sempat terbersit di pikiranku untuk menolak orang yang menyatakan cinta lewat sms, mungkin dia tidak berani untuk berbicara langsung denganku. Beberapa momen bersamanya juga masih canggung dan aneh, menurutku. Tapi karena saat itu aku sedang tidak dekat dengan siapa-siapa lagi aku menerimanya. Saat itu aku sedang merasa sangat kesepian karena kehilangan orang yang sering bersamaku, mantanku yang sebelumnya.

Di benakku langsung terlintas kata ‘pelarian’. Menerimanya padahal saat itu hatiku tidak merasakan apa-apa sama sekali, hanya lawan bicara, teman makan dan menjemputku sepulang asrama. Saat itu dia cuma sebagai ‘orang yang baik’ dan ‘teman’.

Aku sadar aku tidak pernah benar-benar menjadi pacarnya, tidak pernah benar-benar menjadi orang yang menginginkannya seperti aku menginginkan pacar-pacarku yang lain. Tidak pernah memikirkan benar-benar bagaimana cara membuatnya senang dan apa yang diinginkannya.

Pada saat dia berulang tahun, aku memberi hadiah hanya karena dia memintanya.

Aku benar-benar dingin saat itu, karena memang tidak merasa terlalu cocok dengannya, aku juga tidak terlalu menyukainya dan meladeninya sekenanya. Aku tidak pernah benar-benar menyimak apa yang dikatakan, saat itu, pikiranku masih terisi dengan sosok mantanku sebelumnya.

Hingga suatu saat dia menjemputku di asrama dan mengajakku makan, aku hanya mengiyakan, dan tiba-tiba dia mengajakku ke restoran dimana aku dulu sangat sering kesana dengan mantanku. 
“Makan di tempat lain aja”
“Loh, kenapa emangnya?”
“Gapapa, di tempat lain ajaaa”
“Disini ajalah, apa dulu alasannya gak mau kesini?” tanyanya penasaran.

Aku diam. Dan selanjutnya dia duduk dan makan. Pada saat itu rasanya aku ingin pergi, tapi mengingat dia yang menjemputku maka aku urungkan niat.

Kemudian dia memilih tempat, sama seperti tempat yang dulu aku sering makan, dengan orang lain. Entah kenapa sepanjang kami makan yang aku ingat cuma mantanku itu, caranya tertawa dan melemparkan bercandaan tentang hal hal konyol, kepalanya yang plontos dan botak. Memori-memori itu terus berputar di kepalaku.

Saat itu, begitu pulang, sampai ke rumah.

Aku langsung mengiriminya pesan. 

Memutuskannya.
picture from here

No comments:

Post a Comment