Sunday, July 2, 2023

Refleksi Advokasi Keberagaman bersama Gusdurian

Pertemuan 

15 - 18 Juni kemarin, mewakili komunitas saya, oleh Haris, seorang teman lama di 1000Guru Kalbar, saya diundang pada workshop advokasi keberagaman, yang diselenggarakan di Hotel Garuda selama empat hari. Tentu, dari awal saya sudah mencari sedikit informasi mengenai kegiatan ini apakah mengandung sedikit politik karena menyiapkan tahun politik yang akan terselenggara sebentar lagi. Namun, tentu dia bilang ha nya pertemuan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan saja. Semakin yakin dengan deskripsi 'tidak melakukan politik praktis'. Tentu, karena saya kurang familiar dengan kegiatan ini maka saya wajib mencari tahu kisi-kisi terlebih dahulu. Tapi ternyata, setelah menelusuri beberapa link, tidak terlalu banyak tulisan yang menggambarkan kegiatan apa yang akan dilakukan, selain TOR kegiatan yang telah dibagikan di awal. 

Peserta-peserta yang menarik
Kemudian pada saat pembukaan, saya melihat peserta yang beragam, serta narasumber yang relatif lebih muda. Kemudian ternyata peserta dibagi ke dalam dua kelas, Youth dan World Religous Leader. Sebuah kelas yang saya kira berat untuk masuk dan ikut ke dalam kelas 'world religious leader'- karena saya juga gak merasa adalah orang yang 'religious', tapi saya juga senang karena bisa punya kesempatan untuk berada di tengah orang-orang yang didefinisikan tersebut. Karena, kalau berbaur dengan mahasiswa- dimana saya sudah wanti wanti sama teman saya takut kegiatannya membosankan dan banyak mahasiswanya. Bukan apa-apa juga sih, cuma karena sudah dua kali jadi mahasiswa tentu saya ingin mencari perspektif lain untuk bisa memanfaatkan kegiatan ini.  

Di awal kelas, tentu semua memperkenalkan diri, saya juga takjub dengan peserta yang lain- ada suster rumah belah kasih, kyai, ketua komunitas agama seperti komunitas interfaith (lintas agama), ketua komunitas kristen, katolik. budha, ahmadiyah, sungguh benar-benar 'ketua' dari beberapa agama, selain komunitas perempuan, dan mungkin saya, mewakili komunitas mari melihat, 1000guru yang bergerak di bidang pendidikan. 


River of Life
Perkenalan pun dimulai perlahan dengan masing-masing menggambarkan 'river of life' atau alur kehidupan, menarik di kelompok saya, ada yang sungai kehidupannya kemudian 'bercabang' dari alur hidupnya yang biasa saja, kemudian terpapar oleh paham yang menurutnya agak 'keras' dalam beragama, kemudian alur sungainya berbelok lagi, ketika ia kala itu bertemu sosok "Gusdur" kala ia masih hidup. Hal itulah yang ia anggap mengembalikan arus hidupnya lagi hingga sekarang ia menjadi seorang ketua pesantren.

Untuk hidup saya sendiri, saya kira saya mulai dari kehidupan masa kecil yang menyenangkan di Gang Kodrat, gang yang di depannya mengalir 'Sungai Jawi' yang kala itu menjadi tempat meloncat mandi bersama teman-teman gang. Teman gang yang beragam, dari berbagai agama hingga etnis kala itu. Tidak ada sekat, semuanya main di gang sore-sore, menghabiskan waktu hingga maghrib, kemudian malam biasanya yang muslim lanjut dengan pengajian yang digilir ke rumah rumah. Menginjak SD, saya kira cukup unik, kala itu saya dimasukkan ke sekolah muslim, yang wajib menggunakan kerudung, kemudian saya kira banyak hal yang terjadi di sekolah yang membuat saya tidak nyaman, pula pelajarannya yang menurut saya sulit, dan saya tak tertarik untuk belajar, beberapa tahun hingga kelas empat, saya ingat saya berdoa buat pindah sekolah, karena menggunakan kerudung saat itu sangat bikin gerah, sesimpel itu. Kemudian ada masalah di sekolah, dan akhirnya saya dipindahkan ke sekolah negeri. Masih ada masalah juga kala itu, tapi saya kemudian selalu peringkat tiga besar. Lanjut SMA sama juga, saya kira saya tidak terlalu begitu tertarik lagi dengan pelajaran sekolah karena sibuk latihan untuk pertandingan porseni, fokus di olahraga yang membuat saya harus meninggalkan sekolah selama tiga bulan membuat saya ketinggalan pelajaran. nilai pun anjlok. hingga akhirnya di detik detik terakhir sekolah untuk kuliah, saya bisa mengejar dan mendapatkan nilai yang lumayan hingga akhirnya mendapatkan sekolah asrama full beasiswa. Selanjutnya, di kampus pun karena merupakan sekolah kedinasan yang dipenuhi keterwakilan semua daerah, tidak ada kesenjangan atau perbedaaan agama maupun etnis yang menonjol. Setelah bekerja, saya mungkin baru memahami ada beberapa kelompok tertentu yang 'menolak' kelompok lainnya. Dan saya, mengalami menjadi teman dari pihak yang 'menolak' kelompok lainnya tersebut dan mungkin sedikit memahami perspektifnya. 

Mencari cari arti 'Keadilan'
Beberapa isu kemudian dibahas, membuat kami saling terpapar akan pandangan satu dengan yang lain, menceritakan pengalaman-pengalaman praktis, tak banyak lagi membahas 'teori' karena menurutku praktek-praktek lapangan sangat penuh dinamika dan tak terikat dengan teori-teori yang spesifik, pengalaman dalam penerapan lapangan, bertemu bermacam-macam orang dengan keyakinan yang berbeda-beda, membuat kami semakin paham memang buah pemikiran begitu beragam.
Kemudian saya ingat, dimana kami diarahkan untuk memahami mengenai 'keadilan', bagaimanakah mencapai 'keadilan' itu sebenarnya, apakah dengan mendapatkan akses dan kesempatan yang sama, atau sesuai dengan porsinya, dalam mendebatkan hal tersebut. Ternyata juga tiap tiap orang mengalami pengalaman yang berbeda-beda. Hingga apa yang mereka simpulkan, merupakan hasil dari perasaan dan pengalaman yang telah dialami dalam hidup mereka. Sehingga, hasil dari definisi itu juga dapat menjadi beragam. Menurut salah satu narasumber, keadilan juga terdiri dari tiga garis besar, keadilan hukum, keadilan ekonomi, dan keadilan ekologis. Kemudian banyak garis yang bisa kita tarik dari hal hal tersebut yang kadang terbentur pada keadilan ekonomi, dalam kompleksitasnya.

Refleksi
Dari awal merasa nyaman, untuk terbuka dengan orang baru, mungkin karena semuanya memiliki latar belakang yang berbeda dan beberapa tak saling mengenal satu dengan yang lainnya dan baru bertemu di tempat ini. Jadi mengalir untuk berkenalan dan mengenali satu sama lain, dengan lancar dan mengikuti keingintauan untuk mengenali orang dari beberapa perwakilan secara naluriah. Yang sebelumnya mungkin sungkan bertanya dengan orang asing (yang tak terlalu dikenal di luar) untuk pertanyaan-pertanyaan mendalam mungkin disini jadi sedikit lebih berani karena memang merupakan forum diskusi dan tak terlalu mengenal secara personal.  
Yang menarik, setelah kupikir-pikir, ternyata aku punya banyak pengalaman terkait keberagaman dan penanganan konflik yang tak begitu aku sadari. Baru disini rasanya bisa mengeluarkan dan berdiskusi mengenai pandangan terhadap beberapa kasus yang pernah aku temui di lapangan. Jika tak ada forum ini, mungkin aku akan melewatkan saja pengalaman-pengalaman itu tanpa memikirkannya secara lebih dalam dan melihat beberapa sudut pandang yang berbeda-beda. Terlebih lagi, salah satu kasus yang aku presentasikan mendapatkan kesempatan dikupas habis berjam-jam dan pada beberapa pertemuan. Rasanya, pandanganku jadi makin kaya melihat sudut-sudut pandang yang sebelumnya mungkin aku lewatkan. Betapa sudut itu bisa menjadi pemecah, bisa pula ditarik kesamaan jika dilihat dari helicopter view untuk mencapai suatu kesepakatan. 
Bahwa sejatinya kita memang harus selalu melakukan refleksi, diantara rutinitas kita yang mungkin telah kita lakukan berulang-ulang hingga kadang kita kehilangan sensitivitas untuk lebih punya pandangan yang kaya serta menghilangkan sejenak pikiran bias dari judgement yang terlalu cepat, fear, atau sinism. 

Semoga kita semua bisa terus belajar, dari pengalaman, dari orang lain, dari alam, dari kehidupan. Bisa terus mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri,  menjalani dinamika, dan bisa keluar dari stagnansi. Semoga.


No comments:

Post a Comment