Saturday, October 9, 2021

delapan : waktu yang tepat

hari itu kau datang lagi, dengan secangkir kopi susu strong large seperti yang biasa kupesan, lewat gojek yang dikirim ke kantorku dan menanyakan kabar. berhasil, membuatku senyum siang itu. entah maunya apa lagi. sudah dari senin, aku sudah bersiap-siap. menyusun hatiku yang habis diobrak abrik, menyusunnya lagi pelan pelan, satu satu. hari itu, pertahananku runtuh sebentar. 


pada percakapan itu tentu aku bilang aku begitu merindukanmu, tentu. ingin rasanya berhenti menahan diriku sendiri dan hanya tinggal dengan nyaman bersamamu. tapi di hidup ini, kita tidak bisa memiliki semua yang kita inginkan dan menginginkan kita, bukan? 

ada yang namanya logika dan akal sehat, hitung hitung. tidak ada yang tahu tentang masa depan, tapi sudah jadi kewajiban buat mempersiapkannya, or at least - berusaha. menyiapkannya sebaik mungkin.

pergi darimu itu berat, sulit. kadang aku terisak sendiri, kadang juga aku betah memandangi kontakmu dan menahan keinginan untuk tidak menghubungimu lagi. tapi aku tau ini semua pasti akan berlalu.

coba diingat-ingat lagi perpisahan terakhirmu yang begitu menyakitkan. semua akan sulit pada awalnya, seperti mengayuh sepeda. lama-lama kau akan mendapatkan keseimbangan dan kau hanya akan melaju.

aku pernah, jadi yang terlalu berharap, jadi yang terlalu berat melepas, semuanya tidak ada gunanya.  lebih baik kita menahan sakit berpisah daripada menahan sakit bertahan pada hubungan yang tak punya apa-apa lagi. 

aku kira kejadian kejadian buruk (dari perspektif kita) adalah hal hal yang selalu bikin kita belajar. bahwa perasaan perasaan hancur dan sesak di dada itu juga valid. tidak apa-apa. bahwa kita butuh waktu untuk memvalidasi perasaan itu, menerima bahwa kita juga punya perasaan itu di hati kita. menerima. kalau semuanya terjadi. dan berangkat dari situ, kita bisa mulai berpijak dan mengambil langkah untuk kembali berjalan, melanjutkan hidup. melepaskan.

barangkali, perasaan- entah apapun itu, sayang, cinta, ketertarikan: memang selalu datang tanpa kita duga, tidak direncanakan, begitu saja terjadi, -itulah yang membuatnya selalu menarik. tapi tentu, kita juga punya kuasa. untuk menahan diri, untuk mengambil pemahaman kalau ada hal hal yang perlu ditimbang dan diperhitungkan. bayangkan jika semua orang di dunia ini tidak bisa menahan diri. tentu dunia ini akan jadi tempat yang begitu kacau. jadi, cukup di hatiku saja yang menampung kekacauan itu kali ini.

perasaan tidak pernah salah, ia datang dari hati, gak sempat mampir ke otak, biasanya. seperti aku yang rasakan saat itu, saat pertama kali bertemu denganmu. perasaan yang aku kenali dengan cepat, debar yang aneh, berbeda dan bikin aku mati kutu. dari awal pertama kali kita berkenalan, aku sudah mengenali hatiku.

tapi perpisahan kita kali ini juga bukan hal yang buruk buruk amat. setidaknya, aku tahu kau juga menyayangiku dan memiliki perasaan yang sama denganku pada saat ini, despite whatever the circumstances are.  sekarang, sudah saatnya berbenah dan mencerna perasaan itu sebagai acuan kita untuk menjalani hidup sebaik-baiknya, melanjutkan hidup, karena kita memiliki orang yang tulus menyayangi kita- dan tulus, hanya mengharapkan hal hal baik - terjadi untuk kita. selalu berusaha menghindari kekacauan, kebingungan, keputusasaan- menjadikannya satu langkah lebih baik, menjadi lebih dewasa dan lebih bijak dalam mengambil keputusan-keputusan berat dalam hidup. aku mengenalmu sebagai laki laki yang baik- aku tahu kita juga bisa mengakhirinya dengan baik. 

terimakasih pernah mampir, dan bikin bahagia. adios!

No comments:

Post a Comment