Monday, October 14, 2013

Puisi


Ke-duapuluhdua

Pada api, kukatakan dalam rintik yang bagaimanapun juga memadamkan
Dalam air mata yang mengalir ini kupanjatkan doa doa yang lama belum kau kabulkan
Sembah sujud yang tidak pernah menyempurnakan segala
Hanya sesal tiada melakukan segala rupa
Maaf saja tidak pernah terkira akan terpanjat
Kepada ayah yang di tangannya mengalir dosaku tiada rupa
Kepada ibu yang di jarinya meneteskan dosaku sesamudera
Hanya doa dan sujud, kubisikkan diam diam
Dalam malam ketika bumi telah sunyi senyap
Dan cemas merembes ke sela sela hati
Tidak akan pernah cukup, tidak akan pernah sempurna
Beribu untaian maaf, dari hati
Semoga kebaikan tidak akan pernah berhenti mengaliri




Di Rumah itu

Dalam dinding batu kosong itu
Kutuliskan doa dengan air mata mengalir di atasnya
Kertas yang kosong dan layar segi empat dengan huruf angka
Kupanjatkan kesah dan keluh yang tiada henti
Jangankan mulut yang mampu berteriak tanpa arti
Katapun mampu mengalir tiada makna
Kuuraikan sebagai penghias dan pengisi kekosongan
Dalam rumah yang kosong itu
Kualiri dosa dosa, kupanjatkan doa doa
Semoga semua penghuni di dalamnya
Terbebas dari tempat yang tidak pernah kau tahu
Di rumah itu, hidup harus tetap melaju
Meski karam, dan tiada datang keselamatan



Pontianak, Senin 14 Oktober 2013

No comments:

Post a Comment